"Formula baru ini harus semakin memperkuat aspek kekhususan, perlindungan, afirmasi, percepatan, dan rekonsiliasi dalam pembangunan Papua," katanya di Jakarta, Jumat.
Hal itu, katanya, mengemuka pada pra-pertemuan pembahasan draf RUU Pemerintahan Otonomi Khusus di Tanah Papua, yang bertempat di Kantor Sekretariat Kabinet, Kamis (6/2).
Pertemuan tersebut sebagai kelanjutan pertemuan di Istana Bogor yang digelar antara Presiden, Wapres, para Menteri Koordinator dengan para pemimpin Papua dan Papua Barat pada 28 Januari lalu.
Pra-pertemuan diselenggarakan sebelum tim supervisi Kemendagri memfasilitasi pembahasan lebih detail untuk harmonisasi, sinkronisasi, dan pembuatan RUU tersebut.
Pertemuan di Kantor Sekretariat Kabinet diisi dengan mendengar penjelasan dari Sekretaris Daerah Provinsi Papua Heri Dosinaen, Ketua MRP Timotius Murib, Ketua MRPB David Misiro, dan Tim Asistensi Pemda Papua.
Hadir pula pada pertemuan perdana itu Kepala Biro Pemerintahan Sendius Wonda, sejumlah anggota MRP dan MRPB, beberapa anggota DPRP, dan wakil-wakil dari Kementerian/Lembaga.
Pada kesempatan itu, para wakil Kementerian/Lembaga mendengar dengan seksama kerangka pembangunan 28 sektor strategis dan kerangka fiskal dari RUU Pemerintahan Otonomi Khusus di Tanah Papua.
Ketua MRP Timotius Murib mengulangi kembali bahwa gagasan Otonomi Khusus Plus Papua pertama kali dinyatakan Presiden SBY pada saat memberi direktif tentang Triple Track Strategy for Papua kepada Gubernur Papua Lukas Enembe dan Wakil Gubernur Papua Klemen Tinal, Ketua MRP Timotius Murib, dan Wakil Ketua DPRP Yunus Wonda Papua di Istana Negara, pada 29 April 2013.
Pesan Presiden itu mencakup pemberian kewenangan yang lebih luas (otonomi khusus plus), penyelesaian konflik untuk Papua aman dan damai, serta pembangunan Papua yang komprehensif dan ekstensif.
Pewarta: Budi Setiawanto
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2014