Beirut (ANTARA News) - Pesawat Penerbangan Timur Tengah (MEA) Libanon dari Paris pada Kamis petang mendarat di bandar udara antarbangsa Beirut, sesaat sesudah Israel mulai mencabut blokadenya. "Ini tanda awal rakyat Libanon kembali memperoleh kemerdekaannya. Mereka akan mendapatkan kembali kebebasan bergerak orang dan barang, yang tak terelakkan jika Libanon ingin hidup," kata Menteri Angkutan Mohammed Safadi kepada kantor berita Prancis AFP. Pesawat niaga perusahaan negara penerbangan Libanon itu mendarat tepat pukul 18.00 (22.00 WIB), jam diumumkan Israel sebagai awal pencabutan blokade delapan pekan itu. Sumber bandar udara menyatakan pesawat terbang langsung dari Paris itu membawa 150 penumpang. MEA dan Royal Jordanian menjadwalkan penerbangan ke Beirut dari Amman sejak gencatan senjata antara Israel dengan kelompok Syiah Libanon Hizbullah berlaku 14 Agustus, tapi harus dengan ijin negara Yahudi itu. Pada hari Senin, pesawat perusahaan penerbangan Qatar menembus blokade itu, terbang ke Beirut dari Doha. Dua hari kemudian, pesawat British Mediterranean Airways mengikuti jejaknya. Pesawat QR 422 itu tiba di ibukota Libanon tersebut tak lama sebelum pukul 12.30 GMT (19.30 WIB) bersama 120 penumpang. Pesawat itu dijadwalkan meninggalkan Beirut pukul 13.35 GMT (20.35 WIB) dan mendarat di Doha pukul 16.25 GMT (23.25 WIB). Perusahaan penerbangan itu merencanakan penerbangan serupa tiap hari, kata jurubicara perusahaan itu sebelumnya di Doha. Israel mencabut blokadenya atas bandar udara antarbangsa Libanon hari Kamis, tapi menyatakan tetap menerapkan blokade laut sampai pasukan antarbangsa ditempatkan di lepas pantai itu. "Blokade udara itu dicabut. Dengan bekerjasama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa, blokade laut berlanjut sampai pasukan laut antarbangsa ditempatkan," kata Miri Eisen, wanita jurubicara Perdana Menteri Israel Ehud Olmert. Pejabat Israel menyatakan negara Yahudi itu akan menyerahkan pengawasan pantai Libanon kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa, tapi badan dunia tersebut "tidak siap" menerimanya akibat perbedaan atas siapa yang harus bertugas di sana. "Bila mereka siap, kami akan menyerahkannya," kata pejabat itu. Pemerintah Beirut minta Perserikatan Bangsa-Bangsa membantu meronda perairan wilayahnya. Kapal angkatan laut Italia dan Prancis diperkirakan segera mulai memantau pantai itu sampai satuan laut pimpinan Jerman mengambil alih tugas tersebut. Israel menerapkan blokade laut dan udara atas Libanon sesudah pejuang Hizbullah menawan dua serdadu negara Yahudi itu pada 12 Juli dalam serangan lintas batas, yang memicu perang, yang berahir dengan gencatan senjata pada 14 Agustus. Israel sebelumnya menyatakan dapat berangsur-angsur mencabut blokade itu jika tentara Libanon dan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengawasi pintu masuk untuk menghentikan Hizbullah mempersenjatai diri kembali, tapi tidak mengatakan kapan pembatasan itu dikurangi. Kendati secara luas dikecam dunia dan gencatan senjata prakarsa Perserikatan Bangsa-Bangsa dimulai 14 Agustus, Israel tetap menerapkan blokade laut dan udara atas tetangga utaranya itu. Pada hari Selasa, Annan menyatakan mengharapkan blokade itu dicabut dalam waktu 48 jam. Tapi, Israel menyatakan akan mencabut blokade itu hanya jika Beirut diyakini menerapkan embargo senjata terhadap kelompok gerilyawan Syiah Libanon Hizbullah. Pejabat Libanon menyatakan blokade itu melanggar Resolusi 1701 Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang mengahiri perang sebulan tersebut.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006