"Tidak ada masalah, toh itu (usul) awalnya juga dari Pemerintah. Yang terpenting semua pihak sudah menyadari betapa pentingnya pengawasan atas pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS," kata Agun di Jakarta, Jumat.
Ia menyebutkan, dari pemilu ke pemilu terutama pengalaman di Pilkada, selalu saja terjadi praktek-praktek kecurangan di tempat pemungutan suara (TPS).
"Juga banyak didapatkan munculnya 'preman' di sekitar TPS mulai yang halus, sampai yang kasar mempengaruhi pemilih yang datang ke TPS. Bahkan menggunakan pakaian seragam dengan warna-warna yang mengidentikkan partai," kata politisi Golkar itu.
Disebutkan, hal ini terus saja terjadi karena tidak adanya pengawas pemilu Bawaslu di TPS yang memang dalam UU NO 8 Tahun 2012 tidak diatur kehadiran Pengawas Pemilu di TPS.
"Yang ada di tingkat desa dengan jumlah 1-5 orang sedangkan jumlah TPS nya puluhan. Sementara saksi parpol juga selalu tidak ada atau tidak lengkap, sehingga kecurangan itu masif terjadi, dan sudah banyak
Ia juga berharap, mitra Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) di TPS yang sudah disetujui dibiayai dengan dana Rp800 miliar, bisa melakukan pengawasan dengan baik dan tidak berpihak pada salah satu peserta pemilu.
"Apalagi kalau di sekitar TPS melalui Perpres dihadirkan anggota LINMAS, siapa yang mengawasi mereka, kalau saksi parpol tidak ada. Saya meyakini apabila sebatas mitra PPL dan Linmas yang disetujui, justru kecurangan akan semakin masif, dan ini peluang bagi Parpol untuk menggerakan "preman-preman politiknya"," pungkas Agun.
Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2014