Turkana, Kenya (ANTARA) - Di kamp pengungsi Kakuma yang luas di Kenya barat laut, salah satu area terlihat menonjol karena penerangannya yang baik di tengah ketenangan menjelang malam tiba.

Penghuni kamp pengungsi Kakuma Three adalah penerima manfaat energi ramah lingkungan yang tersedia berkat jaringan listrik mini yang terwujud berkat teknologi tenaga surya dari China.

Vasco Hamisi, yang mengungsi dari Republik Demokratik Kongo (RD Kongo) pada 2010, memainkan peran penting dalam memastikan bahwa kamp pengungsi Kakuma memiliki akses terhadap energi terbarukan meskipun tidak terhubung ke jaringan listrik utama Kenya.

Hamisi, ayah dari dua anak, terinspirasi oleh sinar matahari yang melimpah sepanjang tahun di wilayah tersebut. Awalnya, dia tidak memiliki dana untuk mewujudkan mimpinya menerangi kampnya, yang menampung sekitar 288.000 pengungsi dari sembilan negara, termasuk Sudan Selatan, Ethiopia, Burundi, dan Kongo.

Terobosan terjadi pada 2018 ketika dia berpartisipasi dalam sebuah kompetisi tantangan hibah dan muncul menjadi salah satu pemenang yang memenuhi syarat untuk mendapatkan pendanaan untuk proyek ramah lingkungan mereka.

Hamisi menerima hibah senilai sekitar 275.000 dolar AS untuk membiayai pembangunan sebuah pembangkit listrik tenaga surya, Okapi Green Energy, di kamp pengungsi tersebut.

"Saya mulai mencari solusi yang layak untuk memasok listrik dan menemukan bahwa China mengembangkan teknologi yang terjangkau dan andal untuk mengubah sinar matahari menjadi listrik," kata Hamisi kepada Xinhua dalam wawancara baru-baru ini di Kamp Pengungsi Kakuma.

Setelah mendapat semua persetujuan yang diperlukan dari lembaga pemerintah seperti Otoritas Regulator Energi dan Perminyakan, Otoritas Pengelolaan Lingkungan Nasional, serta pemerintah daerah Turkana, dia langsung mengerjakan proyek tersebut.
 
   Foto drone udara yang diambil pada 19 Juni 2024 ini memperlihatkan pemandangan kamp pengungsi Kakuma di Turkana, Kenya. (Xinhua/Wang Guansen)

Melalui Okapi Green Energy, Hamisi membeli panel surya dan aksesori terkait lainnya dari perusahaan China Jinko Solar untuk membangun pembangkit listrik berkekuatan 20 kilowatt dan mulai menyuplai listrik ke kamp pengungsian itu pada tahun 2021.

"Sejauh ini saya memiliki 150 rumah tangga dan 50 pelaku usaha yang menjadi pelanggan jaringan listrik mini saya di kamp pengungsi Kakuma," katanya.

Berkat keberhasilan luar biasa dari proyek ini, Hamisi saat ini sedang menjalin pembicaraan dengan Xiamen Hithium Energy Storage Technology Co., Ltd, produsen baterai stasioner yang berkantor pusat di Provinsi Fujian, China timur, untuk memperluas kapasitas pembangkit listriknya menjadi 2,4 megawatt dalam beberapa bulan ke depan.

Salah satu penerima manfaat proyek energi hijau ini adalah Desantos Theophile Byizigiro, seorang warga Rwanda yang menjalankan usaha hiburan yang sukses di kamp pengungsi Kakuma.

Byizigiro mengatakan bahwa sebelum dia mendapatkan suplai listrik dari pembangkit listrik tenaga surya itu, dia bergantung pada generator set (genset) yang sangat mahal dan merepotkan pelanggannya.

"Genset mengeluarkan banyak asap dan kebisingan sehingga mengganggu kenyamanan klien saya," kata Byizigiro.

Sejak mendapatkan suplai listrik dari jaringan listrik tenaga surya itu, dia mampu menghasilkan lebih banyak uang, karena biaya listrik turun dari 2.000 shilling atau sekitar 15,5 dolar AS per hari menjadi 3,9 dolar AS, katanya.
 

Pewarta: Xinhua
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2024