Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pemasyarakatan Kemenkumham RI memindahkan seorang narapidana berinisial MA ke Lapas Khusus Kelas II A Karanganyar, Nusakambangan, Jawa Tengah, karena diduga melakukan "love scamming" kepada siswi SMP di Bandung, Jawa Barat.
Menurut dia, pihaknya tidak henti-hentinya untuk memberikan penguatan dan memberikan supervisi ataupun asistensi pada seluruh jajaran pemasyarakatan agar melakukan langkah-langkah sesuai dengan kebijakan yang sudah dirumuskan oleh Dirjenpas.
"Dan selalu mengevaluasi kebijakan maupun langkah-langkah yang sudah kami ambil untuk menimalisir bahkan meniadakan hal-hal seperti ini. Jangan sampai hal ini terulang kembali," kata Tonny.
Baca juga: Ribuan warga binaan di Lapas Cipinang gunakan hak pilihnya
Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Kelas I Cipinang EP Prayer Manik menambahkan, napi berinisial MA sudah dipindahkan ke Lapas Khusus Nusakambangan pada Minggu (30/6).
"Pada Minggu (30/6) kami sudah memindahkan MA ke Lapas Khusus Kelas II.A Karanganyar, Nusakambangan, bekerjasama dengan tim dari Direktorat Pengamanan dan Intelijen Ditjen Pemasyarakatan," ujarnya.
Pemindahan MA ke Nusakambangan, kata dia, merupakan bentuk keseriusan Ditjen Pemasyarakatan dalam menanggapi kasus ini.
"Ini untuk memberikan efek jera kepada para warga binaan dimana saja berada yang melakukan pelanggaran atau tindak pidana supaya tidak berbuat kejahatan apalagi di dalam lingkungan Lapas yang dapat berdampak pada nama baik Institusi Permasyarakatan," kata Prayer.
Terkait motif napi MA itu, dia mengaku tidak bisa menjelaskan karena merupakan kewenangan penyidik Polda Jabar.
Baca juga: Lapas Cipinang bekali pegawai literasi digital
Tidak ada suruhan petugas dan tidak ada atas perintah siapa. "Tidak ada. Ini murni memang atas inisiatif si MA sendiri," katanya.
Dia menambahkan, MA yang merupakan napi pindahan dari Rutan Cipinang itu melanggar UU No 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak karena melakukan pemerkosaan anak di bawah umur, dengan masa hukuman 9 tahun penjara.
Kasus itu bermula saat MA berkenalan dengan korban melalui sosial media di Instagram.
MA diketahui menggunakan nama "Cakra" dan foto pria tampan guna mengelabui korban. Lalu, MA berkenalan dengan korban sekira Maret 2024 hingga berlanjut berkomunikasi melalui WhatsApp.
Seiring berjalannya waktu, MA kerap merayu korban guna mengirimkan foto serta video tanpa busana.
Setelah dikirim dokumen elektronik tersebut, pelaku langsung menghubungi orangtua dari bocah perempuan itu untuk meminta tebusan uang Rp600 ribu.
Pelaku pun mengancam untuk menyebarkan foto dan video korban kepada guru dan rekan korban bila orang tua korban tidak mengirimkan uang.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2024