Jakarta (ANTARA) - Dalam konferensi pers APBN Kita, Kamis (27/06) Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa kondisi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) hingga Mei 2024 tetap terjaga di tengah tantangan ekonomi global yang belum menentu. Kondisi perekonomian nasional juga terjaga stabil dengan inflasi yang terkendali serta konsumsi dan produksi yang berada pada level yang baik.


Dalam paparannya, hingga Mei 2024 tercatat pendapatan negara mencapai nilai Rp1.123,5 triliun atau 40,1% dari target APBN (turun 7,1% yoy), sedangkan belanja negara telah terealisasi sebesar Rp1.145,3 triliun atau 34,4 % dari pagu (naik 14% yoy). Kondisi ini mengakibatkan terjadinya defisit APBN di angka Rp21,8 triliun, atau setara dengan 0,10% dari produk domestik bruto (PDB).


Secara terpisah, neraca perdagangan Indonesia justru menunjukkan surplus berturut-turut hingga bulan ke-49. Data per Mei 2024 mencatatkan penurunan pertumbuhan impor sebesar 8,8% (yoy), sementara ekspor tumbuh sebesar 2,9% (yoy), yang tentunya memberikan sinyal positif bagi perekonomian nasional di tengah ketidakpastian global.


Menyambung hal tersebut, Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Encep Dudi Ginanjar menjelaskan bahwa penerimaan di bidang kepabeanan dan cukai juga mengalami sedikit hambatan. Hingga Mei lalu penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai nilai Rp109,1 triliun atau 34% dari target yang ditetapkan, tetapi nilai ini turun 7,8% dibandingkan tahun sebelumnya dalam periode yang sama. 


Menurutnya, penurunan tersebut dipicu oleh penerimaan bea masuk dan cukai yang melambat. Hingga akhir Mei lalu, tercatat realisasi bea masuk sebesar Rp20,3 triliun atau 35,4% dari target (turun 0,5% yoy), bea keluar sebesar Rp7,7 triliun atau 43,9% dari target (naik 49,6% yoy), dan cukai sebesar Rp81,1 triliun atau 33% dari target (turun 12,6% yoy). 


“Penurunan bea masuk dipengaruhi turunnya rata-rata tarif efektif dan penerimaan dari komoditas utama seperti gas alam, kendaraan roda empat, suku cadang kendaraan, dan besi/baja lembaran. Sedangkan penurunan cukai dipengaruhi oleh shifting produksi hasil tembakau (HT) golongan I ke golongan II dan III, serta kebijakan relaksasi penundaan pelunasan cukai. Namun penerimaan kepabeanan dan cukai masih ditopang sektor bea keluar yang tumbuh 49,6% karena adanya dampak implementasi kebijakan relaksasi mineral,” jelasnya. 


Di sisi lain, kinerja fasilitasi dan pengawasan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) hingga Mei 2024 menunjukkan hasil yang positif. Kinerja fasilitasi termasuk pemberian insentif kepabeanan tercatat sebesar Rp13,8 triliun, dengan kontribusi signifikan dari kawasan berikat yang mampu memberikan dampak ekonomi melalui ekspor senilai USD37,6 miliar, investasi USD 12,3 miliar, dan penyerapan tenaga kerja mencapai 1,97 juta orang. Sejalan dengan hal tersebut, kinerja pengawasan juga menunjukkan peningkatan jumlah penindakan, yaitu sebanyak 14.752 kasus, dengan fokus utama pada pengawasan komoditas seperti hasil tembakau, minuman mengandung etil alcohol (MMEA), NPP, obat, dan tekstil.


“Capaian positif ini tidak lepas dari kontribusi seluruh lapisan masyarakat dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional. Kami mengucapkan terima kasih, besar harapan kerja keras bersama ini dapat berlanjut sehingga dapat mendukung kinerja APBN dan DJBC di tahun 2024 serta memperkuat fondasi ekonomi Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan global ke depan,” tutup Encep.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2024