Washington (ANTARA) - Departemen Kehakiman Amerika Serikat memutuskan menuntut perusahaan produsen pesawat Boeing atas tuduhan penipuan kriminal terhadap pemerintah AS karena gagal memperbaiki aspek keamanan pesawatnya, demikian menurut sumber Sputnik, Ahad (30/6).

Departemen Kehakiman pada Mei lalu sudah memberitahu Boeing bahwa perusahaan tersebut akan dituntut secara pidana usai pemerintah AS menyimpulkan Boeing melanggar kesepakatan penundaan penuntutan pada 2021.

Kesepakatan tersebut mewajibkan Boeing membayar denda sebesar 2,5 miliar dolar AS (Rp40,92 triliun) dan berkomitmen memperbaiki protokol keselamatan dan kepatuhannya.

Melalui kesepakatan itu, Boeing lolos dari tuntutan kriminal terkait dua kecelakaan besar pesawat Boeing 737 MAX pada 2018 dan 2019 yang menewaskan ratusan penumpang.

Namun, jaksa federal baru-baru ini melayangkan rekomendasi kepada pejabat senior departemen untuk mendakwa Boeing yang dianggap gagal memperbaiki keamanan pesawatnya menyusul sejumlah insiden tahun ini.

Salah satu insiden tersebut adalah lepasnya panel jendela darurat pesawat 737 MAX 9 yang digunakan dalam Alaska Airlines penerbangan 1282 pada 5 Januari lalu, sehingga memaksa pesawat mendarat darurat beberapa menit setelah lepas landas.

Baca juga: Pesawat kargo Boeing 767 mendarat darurat tanpa roda depan di Istanbul

Sementara itu, tim pengacara yang mewakili keluarga korban kecelakaan pesawat Boeing 737 MAX mengaku telah menerima informasi terkait keputusan pemerintah AS menuntut Boeing.

Namun, mereka menganggap hal tersebut tidak cukup untuk memaksa perusahaan penerbangan itu bertanggung jawab.

"Departemen Kehakiman justru terkesan kembali bersiap menawarkan perjanjian pembelaan yang manis kepada Boeing. Kesepakatan tersebut tentu tidak akan mengakui sama sekali kejahatan Boeing yang telah menewaskan 346 orang," demikian menurut tim pengacara dalam rilis persnya.

"Kesepakatan itu juga tampak menyiratkan bahwa Boeing sama sekali tidak menyakiti para korban. Dengan demikian, keluarga korban menentang keras kesepakatan tersebut," ucap tim pengacara.

Para keluarga korban juga menolak perjanjian pembelaan baru karena penuntutan terhadap sejumlah petinggi perusahaan tidak tercakup dan jumlah denda yang rencananya dijatuhkan pengadilan kepada Boeing tak sesuai harapan.

Sumber: Sputnik

Baca juga: FAA beri Boeing tenggat waktu 90 hari untuk tangani isu kualitas
 

Penerjemah: Nabil Ihsan
Editor: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Copyright © ANTARA 2024