Ada dua rel besar yang ditetapkan Pemerintah untuk menuju Indonesia Emas 2045, yaitu ekonomi biru dan ekonomi hijau,
Jakarta (ANTARA) - Indonesia Emas 2045 salah satunya direpresentasikan dengan kemajuan ekonomi. Secara nasional diharapkan ekonomi Indonesia tak lagi dalam jebakan middle income trap atau stagnasi ekonomi. Sektor ekonomi rupanya bakal menjadi target prioritas pembangunan hingga 2045. Tanpa mengecilkan sektor lainnya, semua sektor saling menopang dan mendukung satu sama lain.

Pengamanan untuk kegiatan ekonomi tak sekadar menjadi faktor pendukung, tetapi faktor fundamental yang memastikan bahwa semua sektor berjalan dalam kondisi tanpa gangguan yang berarti serta dalam jaminan kepastian hukum yang dapat diandalkan. Di titik awal proyeksi masa depan ini agenda pengamanan ekonomi nasional berjalan di atas kekuatan kepemimpinan dan proporsionalitas institusional.

Ada dua rel besar yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk menuju Indonesia Emas 2045, yaitu ekonomi biru dan ekonomi hijau. Dua rel itu diletakkan di atas sistem digital, sistem perizinan, serta sistem birokrasi yang transparan dan akuntabel sehingga kepercayaan pelaku ekonomi terhadap Pemerintah dapat berjalan dengan mulus di atas rel itu. Tantangan demi tantangan yang terurai mengacungkan diri di hadapan Polri untuk diselesaikan.

Pada 2021 World Bank mengeluarkan laporan “Oceans for Prosperity: Reforms for a Blue Economy in Indonesia" menunjukkan bahwa potensi ekonomi lautan Indonesia senilai 256 miliar dolar AS per tahun. Menciptakan lapangan kerja untuk 23 s.d. 30 juta orang pada 2023. Berkontribusi pada PDB nasional sebesar 7,1 persen pada 2021 (BPS). Meski jauh dari yang diharapkan, yaitu 30 persen kontribusi PDB, ekonomi laut Indonesia cukup menjanjikan jika dikelola secara lebih serius dan fokus. Fakta ini pula yang menempatkan lautan kita pada posisi yang sangat penting sebagai penopang ekonomi nasional

Akan tetapi, hal itu bukan tanpa tantangan. Pengembangan ekonomi laut penuh dengan persoalan. Penangkapan ikan secara berlebihan membuat ekosistem laut tidak tumbuh secara sehat. Kerusakan terumbu karang, berkurangnya hutan bakau, dan menumpuknya sampah di lautan malah berpotensi menghilangkan potensi ekonomi yang ada.

Berbagai tantangan ini disebabkan oleh kurangnya daya dukung kebijakan dan munculnya gangguan di laut. Infrastruktur penegakan hukum di sektor maritim masih sangat minim. Indonesia yang 70 persen lautan dibandingkan daratan 30 persen secara alamiah menuntut kebijakan kelautan dan infrastruktur penegakan hukum kelautan dalam jumlah yang sama. Tanpa itu, berbagai permasalahan terkait penangkapan ikan ilegal atau illegal fishing, kerusakan lingkungan laut, dan sampah lautan tak bisa dihindari lagi.

Agenda ekonomi biru tak hanya menyentuh aspek pemulihan sumberdaya di laut yang sebagian telah rusak oleh kegiatan manusia, tapi juga mempersiapkan para pelaku manfaat ekonomi laut (SDM), tata produksi, tata niaga, dan yang paling penting fondasi pengamanan laut.

Demikian halnya dengan rel kedua, ekonomi hijau. Agenda net zero emission mendorong pemerintah untuk mengembangkan ekonomi hijau. Namun yang patut dicatat bahwa untuk menuju net zero emission akan selalu dipersiapkan dengan cara menciptakan emisi. Misalnya, untuk mengoperasikan kendaraan listrik, baterai yang menggerakkan roda kendaraan berasal dari tambang-tambang nikel. Sementara di sisi yang lain ekonomi konvensional kita digerakkan oleh energi penghasil emisi, seperti batu bara dan energi fosil lainnya.

Ada dua agenda sekaligus yang menjadi perhatian dalam ekonomi hijau, yaitu menekan emisi untuk memproduksi energi terbarukan sekaligus menihilkan emisi yang dihasilkan oleh energi fosil. Dibarengi dengan pemulihan dari kerusakan lingkungan, penghijauan, dan pertanian yang ramah lingkungan, ekonomi hijau adalah agenda jangka panjang yang tidak bisa dikerjakan sendirian oleh Pemerintah. Partisipasi berbagai pihak dan publik secara luas menjadi keniscayaan.

Begitu banyaknya aspek dalam ekonomi hijau, maka pelanggaran hukum berpotensi bakal terjadi secara besar-besaran. Seperti, pelanggaran lingkungan, pelanggaran lahan, dan pelanggaran sosial lainnya. Bukan tak mungkin pula, konflik sosial dari ekonomi hijau ini bakal bereskalasi. Antisipasi pengamanan dan penegakan hukum hingga level bawah membutuhkan personel yang mumpuni dan infrastruktur yang cukup. Seiring dengan kebijakan ekonomi hijau, penguatan infrastruktur dan institusional pengamanan perlu ditambahkan.

Sistem birokrasi, sistem perizinan dan sistem digital sebagai bangunan pendukung kedua rel tersebut memiliki tantangan yang tak kalah menarik. Ranking Indonesia dalam "Index of Economic Freedom 2024" menempati posisi ke-53 dari 184 negara dan menempati posisi 10 dari 39 negara-negara Asia Pasifik. Berdasarkan indeks ini, tiga indikator yang masih lemah, yaitu integritas pemerintahan, efektivitas penegakan hukum, dan jaminan hak atas properti (hak milik).

Tampaknya temuan di atas terkonfirmasi dengan apa yang disampaikan Presiden Jokowi akhir-akhir ini terkait rumitnya perizinan penyelenggaraan konser musik dan kegiatan olahraga di Indonesia. Tak heran, berbagai kegiatan lebih sering diselenggarakan di Singapura dibandingkan di Indonesia. Rumitnya perizinan mengakibatkan hilangnya potensi ekonomi nasional.

Sistem OSS (online single submission), yaitu sistem perizinan berbasis daring dengan melibatkan aspek risiko di dalamnya tidak berjalan dengan baik. Sesungguhnya dengan sistem ini memperoleh dua keuntungan berupa kemudahan pengurusan izin sekaligus pengawasan dan filter terhadap potensi pelanggaran hukum sebelum bisnis itu berjalan. Di sinilah letak kolaborasi peran Polri dalam pengawasan dan penegakan hukum kegiatan bisnis.

Kepercayaan pelaku ekonomi untuk menaruh investasi dan berkegiatan ekonomi--selain aspek perizinan--juga bergantung pada kapasitas Pemerintah dalam mengelola data publik, termasuk data bisnis. Kasus jebolnya PDN (Pusat Data Nasional) yang terjadi belakangan ini mengganggu proses pelayanan bisnis sekaligus meruntuhkan kepercayaan mereka. Peran Polri untuk menelusuri pelaku dan menegakkan hukum penting untuk memulihkan keadaan.

Tantangan di atas masih ditambah lagi dengan ekonomi nasional kita saat ini yang sedang mengalami guncangan. Hingga akhir Juni 2024, data resmi dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menunjukkan 27.793 pekerja terkena PHK di Indonesia. Serikat Pekerja Indonesia (SPSI) memperkirakan jumlah PHK di Indonesia pada tahun 2024 bisa mencapai 100.000 pekerja.

Sejalan dengan gelombang PHK, pada Februari 2024, jumlah pekerja di sektor informal di Indonesia mencapai 84,13 juta orang. Setara dengan 59,17 persen dari total penduduk yang bekerja di Indonesia. Kita dapat simpulkan bahwa korban PHK mengambil langkah cepat untuk menciptakan pekerjaan baru di sektor informal, entah itu berdagang, bertani, atau di sektor jasa.

Yang patut disadari bahwa pekerja sektor informal adalah kelompok masyarakat yang berada pada posisi paling rentan secara ekonomi dan rawan secara sosial. Penghasilan yang tidak menentu, minimnya akses jaminan sosial, potensi dieksploitasi oleh rentenir, hingga rendahnya perlindungan hukum mewarnai kehidupan mereka. Artinya, secara sosial kelompok ini paling berpotensi menimbulkan konflik, terjebak pinjaman online, direkrut untuk tindakan kriminal, atau bahkan terorisme.

Sektor ekonomi informal berperan sebagai peredam terhadap gejolak di ekonomi formal. Pentingnya sektor informal ini seharusnya menjadi fokus agenda pemerintah dengan membuat kebijakan yang lebih melindungi dan memberdayakan mereka. Jangan biarkan mereka berkegiatan ekonomi tanpa kehadiran negara. Dari sudut pandang keamanan agenda utamanya adalah bagaimana membangun langkah antisipatif terhadap kerentanan sosial. Jangan sampai terjadi konflik sosial, merajalelanya kriminalitas, dan munculnya aksi terorisme.

Kepolisian Republik Indonesia, sebagai institusi utama yang dimandatkan untuk pengamanan dan menjaga ketertiban masyarakat serta penegakan hukum, perlu memperhatikan situasi ini dengan jeli. Agenda pengawalan ekonomi nasional menuju Indonesia Emas 2045, setidaknya mencakup lima agenda utama, yaitu:

Pertama, penguatan penegakan hukum lingkungan dan di laut. Pengembangan ekonomi biru dan ekonomi hijau tak bisa hanya mengandalkan kekuatan dan infrastruktur yang ada sekarang. Personalia, SDM, sistem kontrol, dan pengawasan yang kuat untuk menciptakan aparat penegakan hukum di laut dan hukum lingkungan tak bisa ditawar lagi.

Kedua, penguatan sistem deteksi dini berbagai pergerakan potensial yang diakibatkan oleh kondisi kerawanan sosial yang ada. Penanganan deteksi dini dengan gerak cepat dan tepat sasaran membutuhkan koordinasi dan kolaborasi yang kuat dengan institusi intelijen yang telah ada.

Ketiga, memperkuat efek kehadiran di tengah masyarakat. Situasi yang aman dan dapat dikendalikan bagi masyarakat dapat dirasakan salah satunya dengan efek kehadiran personel kepolisian di lapangan. Tak perlu di semua tempat, tetapi di lokasi yang diidentifikasi rawan konflik sosial. Pelayanan, keramahan, dan netralitas personel dalam bertindak di lapangan juga membatasi ruang gerak aktor-aktor yang berniat mengacaukan keadaan.

Keempat, transparansi penegakan hukum. Di tengah situasi yang rawan sebagaimana dijabarkan di atas, penegakan hukum yang transparan dan akuntabel dapat meningkatkan kepercayaan publik kepada kepolisian. Hal demikian mencegah tindakan main hakim sendiri yang dapat menimbulkan kerugian sosial yang lebih besar. Penegakan hukum juga mencakup dengan proses perizinan dan pengawasan kegiatan usaha.

Kelima, pengembangan sistem deteksi dan pemulihan serangan siber. Serangan siber datang dari mana saja dan kapan saja. Sistem database dan sistem pelacakan atau tracking mutlak dibutuhkan untuk membantu pencegahan dan pemulihan insiden siber. Kolaborasi kelembagaan yang jelas mekanismenya sangat dibutuhkan dalam hal ini.

Pada akhirnya, tema yang diusung dalam Hari Ulang Tahun Bhayangkara ke 78 “Polri Presisi Mendukung Percepatan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan menuju Indonesia Emas 2045,” disusun dalam konteks yang lebih riil dan permasalahan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat. Berbagai potensi yang ada perlu disinergikan dan dikolaborasikan untuk menciptakan kekuatan ekonomi nasional menuju Indonesia Emas 2045.

*) Ngasiman Djoyonegoro adalah analis intelijen dan keamanan


Editor: Achmad Zaenal M

Copyright © ANTARA 2024