Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung Abdulrahman Saleh menegaskan bahwa permintaan Perdana Menteri (PM) Australia, John Howard, agar warganya yang divonis hukum mati dalam kasus penyelundupan narkoba dari Bali -- dikenal sebagai kelompok sembilan
(Bali Nine)-- diampuni, tidak akan mempengaruhi vonis yang dikeluarkan Mahkamah Agung (MA).
"Itu sudah putusan Mahkamah Agung, dan masih bisa ada Peninjauan Kembali (PK), dan setelah itu grasi. Jadi, masih ada dua tahapan lagi," kata Jaksa Agung di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis.
Ia juga menilai, permintaan Howard itu hanya merupakan imbauan kemanusiaan, dan bukan imbauan hukum, serta tidak bersifat intervensi terhadap hukum di Indonesia.
Sementara itu, Kepala Kepolisian Negara RI (Kapolri) Jenderal Pol. Sutanto mengharapkan negara lain juga menghargai kedaulatan hukum di Indonesia, apalagi menyangkut vonis terhadap pelaku kejahatan narkotika dan obat berbahaya (narkoba).
"Narkoba ini kejahatan yang juga diperangi negara lain. Kalau kita tidak serius menanganinya, tidak akan memberi efek jera kepada pelakunya," katanya.
Sutanto juga mengatakan bahwa hukuman mati terhadap pelaku kejahatan narkoba di Indonesia harus diberikan mengingat selama ini sanksi yang diberikan terlalu ringan atau sering diperingan, sehingga perdagangan narkoba menjadi marak di Indonesia.
Enam dari sembilan warga Australia yang dijatuhi hukuman mati lantaran terlibat kasus penyelundupan narkoba dari Bali menuju Australia melalui Bandara Ngurah Rai adalah Myuran Sukumaran, Andrew Chan, Scott Rush, Tan Duc Than Nguyen, Si Yi Chen dan Mathew Norman.
Salah seorang dari anggota sindikat
Bali Nine Renae Lawrence divonis hukuman 20 tahun penjara, sedangkan dua orang lainnya --Michael William dan Martin Eric Stephens-- divonis hukuman penjara seumur hidup. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006