Keterlibatan dari masyarakat lokal catatannya sangat kurang, jadi seolah-olah perang itu hanya antara negara yang besar-besar

Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Hilmar Farid menilai bahwa keterlibatan masyarakat lokal sangat penting untuk menarasikan sejarah perang.

Hal tersebut disampaikan Hilmar saat ditemui di Kemendikbudristek Jakarta Jumat, usai serah terima sembilan kerangka manusia yang ditemukan tim teknis gabungan Indonesia-Jepang di Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua, dan diduga kuat merupakan kerangka tentara Jepang yang gugur pada perang dunia kedua.

“Keterlibatan dari masyarakat lokal catatannya sangat kurang, jadi seolah-olah perang itu hanya antara negara yang besar-besar, misalnya Amerika dengan Jepang dan seterusnya, padahal sebenarnya dampak terhadap masyarakat lokal cukup besar, dan boleh dibilang setelah semuanya berakhir, yang kemudian merawat warisan itu adalah masyarakat lokalnya kan,” katanya.

Menurut Hilmar, penemuan sembilan kerangka tersebut menjadi pembelajaran bahwa perang juga berdampak pada masyarakat lokal, sehingga perlu ada narasi utuh dari mereka yang juga bisa menambah kunjungan pariwisata ke Indonesia.

“Kita juga ingin pastikan bahwa tidak ada yang terlewat di catatan sejarah itu, semuanya utuh, dan kalau narasi ini bisa ditampilkan secara utuh, saya kira justru akan menambah kualitas dari kunjungan orang atau wisatawan nantinya,” katanya.

Menurutnya, melalui narasi yang utuh dan lengkap tentang dampak perang bagi masyarakat lokal, wisatawan bisa terus datang sekaligus belajar dan memahami bahwa dampak dari perang dunia begitu hebat sampai ke daerah yang sangat terpencil.

“Di Indonesia ini masih ada Pulau Morotai misalnya, yang dekat dengan penemuan sembilan kerangka tersebut, masih ada pulau-pulau lain, bahkan sampai 1970-an masih ada tentara Jepang yang tinggal di hutan, lalu baru keluar, jadi ini semua narasi yang menurut saya sudah waktunya kita angkat kembali untuk memperkaya khazanah sejarah Indonesia,” katanya.

Sementara itu, Staff Ahli I Bupati Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik Kabupaten Biak Numfor Fransisco Olla mengemukakan, Biak Numfor memiliki sejarah yang sangat penting dalam perang dunia kedua, sehingga upaya repatriasi yang dilakukan bersama Kemendikbudristek dan Pemerintah Jepang menjadi kunci pelestarian sejarah tersebut.

“Di Gua Jepang yang ada di Biak Numfor saja, kurang lebih ada 3.000 tentara Jepang yang dibom di situ oleh tentara Amerika, belum lagi di pulau-pulau lain, tetapi ini sudah banyak sekali selama lima tahun ke belakang mereka -keluarga pasukan perang- ambil terus, kalau diambil terus, nanti punah,” kata Fransisco.

Ia menegaskan, melalui proses repatriasi, dapat ditemukan solusi bersama untuk meningkatkan kerja sama dengan Pemerintah Jepang, agar masyarakat Biak Numfor dapat terus dilibatkan untuk menyimpan dan melestarikan sejarah perang dunia kedua, sekaligus meningkatkan daya tarik wisata.

“Kita mau supaya mereka -wisatawan Jepang- setiap tahun datang mengunjungi Biak, sebagai daya tarik wisata di Kabupaten Biak Numfor,” katanya.

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2024