Semarang (ANTARA) - Tentara Nasional Indonesia (TNI) terdiri atas tiga matra: Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Ada usulan perlu menambah satu matra lagi, yakni Angkatan Siber TNI.

Usulan yang disampaikan mantan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Andi Widjajanto itu perlu segera ditindaklanjuti oleh Pemerintah.

Apalagi, tren yang ada saat ini untuk melakukan invasi atau penyerangan ke satu negara sudah tidak lagi melulu melalui armada perang dan persenjataan, tetapi melalui peperangan siber (cyber warfare).

Pakar keamanan siber Dr. Pratama Persadha lantas menggambarkan dampak perang siber tidak kalah mengerikan. Melalui serangan siber, sebuah negara dapat dibuat lumpuh dari sisi ekonomi dengan penyerangan ke sektor perbankan dan finansial.

Tidak hanya itu, infrastruktur juga dapat dilumpuhkan dengan sasaran serangan adalah fasilitas energi, telekomunikasi, dan transportasi. Selain itu, dapat melumpuhkan pula sektor administrasi pemerintahan.

Dapat dibayangkan jika serangan siber tersebut dilaksanakan beberapa saat sebelum dilakukan serangan militer. Sebuah negara yang sedang lumpuh dan panik, kemudian ada serangan militer, negara lain akan mudah sekali menguasai negara tersebut.

Saat ini Indonesia memang sudah memiliki beberapa unit siber dari instansi yang memiliki perhatian pada dunia siber, seperti Badan Intelijen Negara (BIN), polisi, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).

Namun, instansi tersebut memiliki fokus yang berbeda-beda dan tidak ada yang betul-betul fokus pada pertahanan keamanan siber untuk menjaga kedaulatan NKRI dari serangan perang siber dari pihak lain.

Keberadaan matra keempat di tubuh TNI setidaknya ada instansi yang betul-betul memiliki kewaspadaan penuh terhadap percobaan serangan siber dari pihak mana pun.

Di tubuh TNI sebenarnya sudah ada Satuan Siber TNI. Akan tetapi, satuan itu bertugas menyelenggarakan kegiatan dan operasi siber di lingkungan TNI dalam rangka mendukung tugas pokok TNI.

Dijelaskan pula dalam Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 10 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi Tentara Nasional Indonesia, Pasal 46A ayat (2) bahwa Satsiber TNI dipimpin oleh Komandan Satsiber atau disebut Dansatsiber TNI berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Panglima TNI, dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dikoordinasikan oleh Kepala Staf Umum Tentara Nasional Indonesia (Kasum TNI).

Keberadaan Angkatan Siber TNI tampaknya dibutuhkan dalam pertahanan dan keamanan NKRI, apalagi ancaman hybrid warfare (perang hibrida) di depan mata, ditambah lagi serangan siber yang kian merasuk, bahkan sempat meretas sistem Badan Intelijen Strategis (BAIS). Organisasi yang khusus menangani intelijen kemiliteran ini berada di bawah komando Markas Besar TNI.

Bahkan, server BAIS TNI dinonaktifkan sementara waktu untuk kepentingan penyelidikan, setelah aksi peretasan terhadap data BAIS oleh hacker MoonzHaxor.

Dipastikan oleh Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Nugraha Gumilar, data-data yang diretas itu merupakan informasi lama yang sempat dirilis pada tahun ini.

Sebelumnya, di lini masa media sosial X, akun ‪@‬FalconFeeds.io yang rutin memantau aktivitas siber, termasuk dari situs gelap (dark web), mengumumkan adanya peretasan oleh peretas MoonzHaxor dari BreachForum terhadap sistem BAIS, sehingga mereka mengklaim telah menguasai sejumlah data milik BAIS TNI.

Peretas dalam forum jual beli data gelap di dark web juga menyediakan contoh (sample) data yang mereka kuasai, dan menjanjikan data lengkap (full set data) kepada mereka yang ingin membayar.

Unggahan itu, yang saat ini telah dilihat oleh 484.000 pengguna X, disiarkan pada hari Senin pukul 10.39 WIB. (Sumber: ANTARA, 24 Juni 2024)

Dalam tangkapan layar laman BreachForum, MoonzHaxor diketahui bergabung dalam komunitas peretas itu sejak September 2023.

Bahkan, peretas yang sama pada pekan lalu (22/6) juga mengumumkan keberhasilannya meretas sistem Indonesia Automatic Finger Indentification System (INAFIS) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

Data-data yang diklaim diretas dari sistem INAFIS mencakup gambar sidik jari, alamat email, dan aplikasi SpringBoot dengan beberapa konfigurasi. Data-data itu kemudian dijual oleh MoonzHaxor seharga 1.000 dolar AS (setara Rp16,3 juta).

Terkait dengan kasus ini, Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Letjen TNI Purn. Hinsa Siburian, saat jumpa pers di Jakarta, Senin (22/6), menjelaskan bahwa data-data tersebut merupakan data-data lama.

Sistem Polri, saat ini tidak mengalami gangguan dan tetap berjalan dengan baik. Dipastikan pula bahwa dugaan peretasan data INAFIS tidak terkait dengan insiden serangan siber terhadap Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2.

Di lain pihak dosen pascasarjana pada Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) Pratama Persadha memandang perlu agar TNI membenahi sistem pengaderan mereka untuk menghasilkan sumber daya manusia (SDM) siber terbaik.

Setidaknya SDM yang mengerti analisis, defence, attack, dan juga punya kepahaman bagaimana membangun sistem di internal TNI.

Sebelum terbentuknya matra/angkatan ke-4, tiga matra juga memerlukan segera SDM yang andal, misalnya untuk kegiatan pemantauan dan intelijen di wilayah siber.

Untuk mempersiapkan Angkatan Siber TNI, strategi yang paling penting sekarang adalah soal SDM. Ini bisa secara paralel dengan membangun infrastruktur. Kendati demikian, tanpa SDM andal, semua infrastruktur siber ini akan sia-sia.

Selain menyiapkan SDM, perlu kajian mendalam yang visioner sehubungan dengan perkembangan teknologi informasi yang kian hari kian pesat, berikut antisipasinya demi menjaga NKRI dari pelbagai serangan.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024