Jakarta (ANTARA News) - Partai politik Islam disarankan untuk berkoalisi agar bisa bertahan dalam kancah politik, kata pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Ahmad Norma Permata.

"Partai Islam sebetulnya punya peluang, dengan catatan adanya koalisi poros tengah jilid dua di mana partai Islam ini bergabung," kata Norma yang dihubungi di Jakarta, Senin.

Menurut dosen ilmu politik itu, setidaknya ada tiga cara parpol Islam berkoalisi, yakni dengan menyusun program bersama, menyamakan kepentingan politis serta menciptakan saingan bersama.

"Menyusun program bersama kemungkinannya kecil, tapi mereka bisa gunakan kepentingan yang sama, misalnya karena sama-sama tidak ingin tergusur," katanya.

Ada pun menciptakan musuh bersama juga bisa dilakukan dengan memanfaatkan kondisi parpol lawan yang nonparpol Islam.

"Misal pada 2009, ada data yang menyebutkan 60 persen caleg PDIP nonmuslim, itu menyentuh emosi dan membuat masyarakat Muslim untuk beralih tak memilih PDIP," ujarnya.

Meski demikian, Norma berpendapat cara-cara seperti itu belum akan dilirik parpol Islam yang ada sekarang ini mengingat kebanyakan dari mereka hanya memikirkan perut sendiri.

Oleh karena itu, ia menilai tokoh senior seperti Suryadharma Ali (Ketum PPP) dan Hatta Radjasa (Ketum PAN) bisa mengambil inisiatif untuk mengajak parpol Islam bergabung agar bisa bertahan hingga Pemilu 2019 mendatang.

"Kedua tokoh ini sudah senior, harusnya bisa mengendapkan ego dan menjalin kebersamaan dengan parpol Islam lain demi kepentingan masing-masing. Kalau tidak koalisi, yang bertahan paling hanya dua, PPP dan PAN. PPP dilihat karena partai ini sudah tua, sementara PAN dilihat dari kedekatannya dengan SBY," ujarnya.

(A062/Z002)

Pewarta: Ade Irma Junida
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014