Ankara (ANTARA) - Pengadilan Prancis pada Rabu menetapkan surat perintah penangkapan terhadap pemimpin rezim Suriah Bashar al-Assad, menudingnya terlibat dalam serangan kimia pada 2013 di Ghouta Timur.
Pengadilan Banding Paris menolak permohonan Kantor Kejaksaan Anti-Terorisme Nasional Prancis (PNAT) untuk membatalkan surat perintah tersebut, yang menyatakan bahwa Assad memiliki kekebalan hukum.
"Melarang penggunaan senjata kimia adalah bagian dari hukum kebiasaan internasional sebagai aturan wajib, dan kejahatan internasional yang sedang dipertimbangkan oleh para hakim tidak dapat dianggap sebagai bagian dari tugas resmi seorang kepala negara," kata pengadilan tersebut dalam sebuah pernyataan.
"Dengan demikian, kejahatan tersebut dapat dipisahkan dari kedaulatan yang secara alami melekat pada tugas tersebut. Sehingga surat perintah penangkapan tetap berlaku," tambah mereka.
Kasus tersebut saat ini akan dikembalikan kepada hakim hakim investigasi, dan jaksa memiliki waktu lima hari untuk mengajukan banding ke Pengadilan Kasasi.
Pada November 2023, sebuah surat perintah penangkapan dikeluarkan untuk Assad, menudingnya terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang yang terkait dengan serangan kimia 2013.
Saudara Assad, Maher al-Assad, komandan Divisi Keempat Tentara Suriah, dan seorang jenderal rezim juga menghadapi surat perintah penangkapan.
Pada 21 Agustus 2013, pemerintah Suriah menggunakan senjata kimia di Ghouta Timur, menewaskan lebih dari 1.400 warga sipil.
Pada 2018, Ghouta Timur mengalami blokade paling ketat dan penggunaan senjata paling ekstensif oleh pemerintah Suriah. Pihak oposisi terpaksa mengungsi pada April 2018 berdasarkan kesepakatan koersif dengan Damaskus dan Rusia.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Putin, Raisi bahas situasi Timur Tengah pascaserangan Israel di Suriah
Baca juga: Iran resmikan gedung baru konsulat di Damaskus pascaserangan Israel
Penerjemah: Katriana
Editor: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Copyright © ANTARA 2024