Kalbar (ANTARA) -
Komisioner Komnas Perempuan Rini Iswarini mengatakan kekerasan seksual berbasis gender online meningkat atau naik tajam hingga 300 persen saat pandemi COVID-19 pada 2020-2021.
 
"Tahun 2020 ke 2021, kekerasan berbasis gender online meningkat tajam. Hal itu yang membuat kita berpikir bahwa pemerintah harus membangun perangkat hukum yang bisa mengakomodasi kepentingan korban, karena dia ada di ruang digital itu," ujar Komisioner Rini Iswarini di Pontianak, Kamis.
 
Data kekerasan 2020 selama masa pandemi tercatat 1.617 kasus, dan 1.458 kasus di antaranya adalah kasus kekerasan berbasis gender. Kekerasan berbasis gender online yang diadukan secara langsung ke Komnas Perempuan hingga awal Oktober 2020 sudah ada 659 kasus, padahal pada 2017 hanya ada 17 kasus.
 
Hal ini mengacu pada masa pandemi COVID-19 penggunaan internet dan media sosial semakin meningkat. Kenyataan ini diperkuat dengan hasil Survei Internet Indonesia Tahun 2021-2022 (Q1) dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), bahwa ada penambahan pengguna internet dan perubahan perilaku berinternet di Tanah Air akibat pandemi.
 
Berdasarkan survei terbaru itu, pengguna internet di Indonesia berjumlah 210.026.769 orang dari total jumlah penduduk Indonesia tahun 2021 sebanyak 272.682.600 jiwa. Penetrasi internet terhadap jumlah penduduk mencapai 77,02 persen, angka ini terus naik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada 2018, penetrasi internet di Indonesia berada di angka 64,80 persen. Periode 2019-2021, jumlahnya naik menjadi 73,70 persen.
 
Rini menjelaskan jika kasus kekerasan berbasis gender online itu bisa berawal dari pinjaman online dan adapula penyebaran video intim tanpa persetujuan. Kekerasan seksual berbasis gender online maupun elektronik tersebut dilakukan dengan maksud untuk melakukan pemerasan atau pengancaman, memaksa, atau menyesatkan, dan atau memperdaya seseorang supaya melakukan, membiarkan dilakukan, atau tidak melakukan sesuatu.
 
"Karena di dalam pinjaman online mereka berpotensi mendapat intimidasi ketika tidak bisa mengembalikan pinjamannya sekaligus dicuri data pribadinya dan juga berpotensi mengalami kekerasan seksual," ujarnya.
 
Kekerasan seksual yang dapat dialami seseorang ketika melakukan pinjaman secara online dijelaskan oleh Rini ketika datanya diketahui, tersangka kekerasan dapat mengirimkan atau mengancam secara seksual dengan menyebarkan foto.
 

Pewarta: Rizki Fadriani
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2024