Jakarta (ANTARA) - Badan Informasi Geospasial (BIG) menggelar survei gabungan pengukuran data gravitasi yang diaplikasikan untuk membantu pendeteksian isi kandungan geotermal atau panasbumi di Kamojang, Garut, Jawa Barat.

Survei tersebut melibatkan puluhan tenaga ahli pengukuran gravitasi anggota Konsorsium Gayaberat Indonesia (KGI) yang terdiri dari lembaga pemerintah, kementerian/non kementerian, BUMN, dan Perguruan Tinggi dalam pertemuan ke-7 KGI di lapangan panas bumi PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Areal Kamojang, 25-26 Juni 2024.

Kepala Pusat Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika BIG Gatot Haryo Pramono saat ditemui di lokasi kegiatan, Rabu, mengatakan, survei gabungan ini sifatnya sebagai media pembelajaran bersama, dan membantu PGE mengukur kandungan energi yang ada di wilayah geotermal Kamojang.

Dalam survei tersebut secara teknis menggunakan dua jenis peralatan untuk mengukur gravitasi; yaitu gravimeter Scintrex dengan tipe CG-5 dari Pusat Survei Geologi Kementerian ESDM dan CG-6 dari BIG.

Baca juga: BIG dorong kolaborasi jawab tantangan peta dasar laut Indonesia

Baca juga: KGI jajaki standarisasi data gayaberat acuan arah pembangunan bangsa


Pengukuran gravitasi atau gaya berat dilakukan di dua titik dengan lokasi berbeda. Pertama di pilar gaya berat utama (GBU) 062 yang berlokasi di halaman Gedung Geothermal Information Center (GIC) PGE Kamojang. Kedua, titik kontrol PG 039 yang dikelola PGE Kamojang dan berlokasi di sekitar objek vital Kawah Kamojang.

"Data yang di dapat akan dianalisa bersama-sama sehingga nanti diketahui hasil kandungannya (kalau banyak) yang mau diambil, ya, jangan sampai over exploitation dan kalau masih ada bisa diteruskan," kata dia.

Selain itu, Gatot yang juga sebagai Ketua Konsorsium Gayaberat Indonesia (KGI) ini menjelaskan bahwa, skema analisis data dari dua alat gravimeter yang digunakan menjadi aspek pembelajaran penting bagi para tenaga ahli dalam survei ini yang sebagian besar berusia muda.

Menurut dia, secara teknis dalam bidang pengukuran gravitasi ada istilah relatif dan absolut. Bila menggunakan gravimeter relatif data hasil pengukurannya baru didapatkan setelah melalui analisa mendetail dan sebaliknya gravimeter absolut hasilnya bisa langsung diketahui saat itu juga.

Meski secara umum terbilang sederhana namun, kata dia, kedua hal teknis seperti itu memiliki standar yang berbeda-beda dan tidak semua lembaga yang melakukan pengukuran mendapatkannya.

"Nah standar ini yang kita perlihatkan, terbukti, di lapangan masih berbeda-beda asumsi, jadi harapannya kegiatan ini bekal bagi mereka ketika suatu saat melakukan pengukuran bersama semua sudah tahu prosesnya seperti apa," kata dia.*

Baca juga: BIG: Berbagi data gaya berat untuk melindungi kekayaan bumi Indonesia

Baca juga: BIG pastikan pemetaan dasar laut Indonesia berlanjut

Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2024