Jakarta (ANTARA) - Penyelenggaraan haji Indonesia tahun 2024 bisa dibilang sebagai salah satu penyelenggaraan haji paling sukses sepanjang sejarah.

Kementerian Agama sebagai leading sector sudah menunaikan pelayanan maksimal dengan menyiagakan para petugas haji untuk melayani berbagai hajat jamaah, khususnya kelompok lanjut usia (lansia) dan kaum difabel. Jamaah haji asal Indonesia juga merupakan yang terbesar sepanjang sejarah, yakni sebanyak 241.000 orang.

Jumlah jemaah yang banyak tersebut tentu memerlukan skema pengaturan dan pelayanan yang lebih prima. Terlebih 41.000 orang di antara jamaah haji merupakan kelompok lansia. Hal ini membuat pemerintah masih mempertahankan tagline ramah lansia sebagai visi lanjutan dari rangkaian penyelenggaraan haji di tahun 2023.

Beberapa indikator yang dapat dilihat sebagai gambaran kesuksesan penyelenggaraan haji 2024 meliputi keseluruhan tahapan, mulai dari pembekalan dan pemberangkatan jamaah, pelaksanaan puncak ibadah haji, hingga pemulangan ke Tanah Air.

Mitigasi Muzdalifah menjadi bagian program terobosan penting yang dimaksudkan agar penumpukan masif, seperti yang terjadi di tahun lalu, tidak terulang di tahun 2024. Skema murur yang dijalankan dalam pelaksanaan puncak haji kenyataannya memiliki fungsi ganda, yakni pertama, menjaga kesehatan jamaah, terutama kelompok dengan risiko tinggi. Kedua, menghindari penumpukan dan meminimalkan risiko kepadatan.

Penyiapan 100 bus cadangan untuk memudahkan jamaah pada puncak haji (Armuzna) juga terbukti memperlancar arus mobilisasi, sehingga pergerakan jamaah menjadi terkontrol. Keberadaan smart card sebagai upaya sistematis penertiban jamaah yang dikerjasamakan dengan pemerintah Arab Saudi juga berjalan dengan baik.

Mundur ke belakang, kita juga dapat melihat bahwa layanan fast track terbukti menjamin efisiensi proses keimigrasian, sehingga jamaah bisa langsung bergegas menunaikan tahapan peribadatan ketika tiba di Tanah Suci.

Sementara jumlah jamaah haji yang meninggal di Tanah Suci hingga hari ke-43 pelaksanaan haji atau per Senin, 24 Juni, sekitar 234 orang. Mayoritas jamaah yang meninggal merupakan mereka yang tergolong berisiko tinggi. Bila kita melihat statistik, angka kematian jamaah haji di tahun 2024 menurun drastis ketimbang tahun sebelumnya yang mencapai angka 773 orang.

Beberapa skema pembaruan yang dijalankan dalam penyelenggaraan haji tahun 2024 jelas memberikan efek positif siginfikan. Keberhasilan penyelenggaraan ini juga tidak terlepas dari dedikasi seluruh petugas haji sebagai motor utama di lapangan.


Dedikasi petugas haji

Kesaksian dari beberapa kerabat yang tengah menunaikan ibadah haji di Tanah Suci menjadi salah satu bukti yang kuat dan rata-rata menyatakan bahwa penyelenggaraan haji tahun ini relatif kondusif. Di antara mereka menerangkan bahwa terdapat anak-anak muda (petugas haji) yang membersihkan toilet jamaah lansia, membopong mereka, mengantarkan makanan dan minuman, beralih profesi sebagai petugas perbaikan alat pendingin dadakan dan hal-hal lain, semacamnya.

Para petugas itu ada yang diberi gelar baru, yakni anak angkat sebagai pengganti anak atau cucu para jamaah di Tanah Suci. Detail-detail semacam itu memang jarang terpublikasi di media, kecuali seseorang menyaksikannya secara langsung. Pun demikian halnya dengan pengalaman yang pernah penulis rasakan ketika bertindak sebagai petugas haji tahun lalu.

Tidak ada kata lelah untuk memenuhi keperluan jamaah karena itu semua merupakan ibadah. Ikrar semacam ini tidak datang dengan sendirinya, melainkan melalui serangkaian proses pelatihan dan pembekalan yang bermuara pada aspek perencanaan dan kebijakan sebagaimana dilakukan oleh Kemenag.

Penyelenggaraan haji adalah kegiatan suci, dengan sejumlah lipatan serta dimensi yang kadang tidak tergambarkan oleh siapapun yang melaksanakan maupun yang bertanggung jawab dalam tataran pelaksanaan. Pada titik ini, penulis dan siapapun harus melihat penyelenggaraan haji di tahun 2024 secara objektif bahwa masih terdapat kekurangan itu pasti. Bahkan, tidak dicari pun, yang namanya kekurangan bisa saja terlihat. Kemenag tentu harus menerima berbagai saran dan kritik secara terbuka.

Seperti diketahui bahwa kritik terhadap penyelenggaraan Haji tahun 2024 datang dari berbagai pihak, salah satunya datang dari DPR. Tim Pengawas Haji (Timwas) dari DPR RI, bahkan mewacanakan pembentukan panitia khusus (pansus) untuk mengevaluasi penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 2024.

Dua tokoh yang masing-masing bertindak sebagai Ketua Timwas, yakni Muhaimin Iskandar dan anggota Timwas Ace Hasan Syadzili, juga tidak ketinggalan melayangkan kritik. Muhaimin Iskandar dalam cuitannya di akun X beberapa waktu lalu menuliskan “Mengintip jemaah tidur berhimpitan kayak sarden dan di lorong sempit antar tenda”. Kemudian Ace Hasan juga menuturkan pernyataan serupa terkait kesesakan yang dialami oleh jemaah terutama ketika di Mina.


Bias kritik

Terhadap adanya kritik dan temuan dari timwas tersebut, sekali lagi harus diterima sebagai bagian dari instrumen perbaikan serta evaluasi ke depan. Meskipun demikian, kritik tersebut menjadi bias karena tidak bertolak pada sejumlah variabel yang menjadi realitas di lapangan.

Pijakan realitas itu, misalnya terkait masalah tenda jamaah yang dikatakan overcapacity yang kalau didalami sebenarnya bukan karena faktor tendanya yang kurang, melainkan karena adanya variabel lain, seperti matras yang tidak digunakan pada tempatnya, atau digunakan untuk menyimpan barang bawaan jamaah, sehingga membuat jatah tempat istirahat menjadi berkurang di tengah area Mina yang memang terbatas.

Faktor lain yang juga kerap dijumpai ialah berasal dari kecenderungan pergerakan jamaah. Ada di antara mereka yang ingin dekat atau satu tenda dengan jamaah yang dianggap dekat secara pertemanan atau masih memiliki hubungan keluarga, sehingga membuat tendanya ditinggalkan dan tenda lainnya menjadi penuh. Hal ini menjadi tantangan yang jauh lebih rumit untuk dipecahkan di tengah jutaan orang yang saling terhubung secara berdekatan.

Pengaturan presisi untuk mengatasi tumpah tindih tempat dan hal-hal lain menyangkut kenyamanan jemaah selalu menjadi prioritas yang dikedepankan oleh panitia haji. Selain itu, adanya permasalahan yang diklaim sebagai temuan timwas haji meliputi tenda, kasur, toilet, dan berbagai fasilitas lainnya sebenarnya juga merupakan tanggung jawab langsung dari Masyariq atau pihak ketiga yang telah ditunjuk dan menandatangani kontrak untuk bekerja dan melayani secara profesional.

Secara pribadi, wacana pembentukan pansus penyelenggaraan Haji 2024 rasanya terlalu mengada-ada dan cenderung sebagai suatu upaya politis. Rencana pembentukan pansus di tengah meningkatnya kondusivitas serta terurainya angka kepadatan dan minimalnya angka kematian jamaah hanya akan menjadi upaya kontraproduktif dengan realitas yang terjadi di lapangan.

Sejumlah pendekatan serta strategi inovatif yang dilaksanakan Kemenag terbukti menghasilkan pelaksanaan ibadah haji menjadi semakin kondusif melampaui penyelenggaraan haji di tahun-tahun sebelumnya. Ini bukti bahwa kebijakan penyelenggaraan haji tahun ini mengacu pada strategi perencanaan serta pendekatan inovatif.

Semua pihak, harusnya melihat skema pembaharuan, ini sebagai langkah maju untuk terus ditingkatkan dan disempurnakan pada gelaran haji di tahun berikutnya. Kita harus memberikan apresiasi atas sumbangsih pemikiran berwujud kebijakan integratif pemerintah serta dedikasi para petugas haji di lapangan sebagai ikhtiar kolektif yang mencerminkan etos kerja sama dan kepedulian yang tinggi terhadap jamaah haji.

*) H. Ahmad Nuri adalah Ketua PP GP Ansor

 

Copyright © ANTARA 2024