Jakarta (ANTARA News) - UU tentang Kepabeanan yang saat ini sedang dalam pembahasan DPR akan mengatur pengenaan bea keluar untuk membatasi arus keluar barang-barang yang dibutuhkan di dalam negeri.
"Masalah bea keluar sudah dibahas. Bea Keluar adalah bea yang
dikenakan untuk barang tertentu dalam keadaan tertentu untuk melindungi kepentingan nasional atau kepentingan rakyat," kata Ketua Pansus RUU Kepabeanan dan RUU Cukai DPR, Irmadi Lubis di Jakarta, Rabu.
Ia menyebutkan, Bea Keluar bukan Pajak Ekspor tapi merupakan instrumen supaya ada tindakan yang cepat dari pemerintah untuk pencegahannya.
"Kalau pajak hanya mengandung unsur fiskal saja atau uangnya saja. Kalau di Bea Keluar yang paling utama adalah unsur pencegahan," katanya.
Ia mencontohkan, ketika harga minyak sawit mentah (CPO) melambung di luar negeri, kalau tidak diatur, maka semuanya akan diekspor sehingga kebutuhan dalam negeri sulit dipenuhi.
Irmadi menyebutkan, pengenaan bea keluar hanya bersifat sementara untuk kepentingan pencegahan.
"Ini sementara karena kita tahu sekarang suatu negara tidak bisa menetapkan bea sendiri-sendiri, karena ada WTO. Bea itu ada kaitan internasionalnya. Jadi makin lemah posisi negara makin lemah juga wewenang untuk menetapkan bea," katanya.
Ia menyebutkan, pada prinsipnya semua barang yang ada di Indonesia boleh keluar dari pabean kecuali barang tertentu yang diatur tataniaganya.
"Barang tertentu itu harus Mendag yang menentukan. Kalau Menhut butuh log, dia tidak bisa langsung ke Bea Cukai tetapi harus ke Mendag dahulu. Atau misalnya CPO harganya sudah tinggi sekali maka tidak boleh ekspor, itu juga harus izin Mendag dahulu," jelasnya.
Menurut dia, ke depan, Mendag adalah institusi yang berhak menentukan tata niaga.
"Mendag adalah institusi yang berhak tentukan tataniaga. Kalau yang sekarang terjadi dengan surat Direktur saja bisa, nantinya tidak bisa lagi," katanya.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006