Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) melakukan sosialisasi penerapan undang-undang tentang pidana bersyarat di Yogyakarta, Jumat (21/6).

Dalam siaran pers Kemenko Polhukam yang diterima ANTARA di Jakarta, Senin, sosialisasi itu dilakukan dalam rangka meningkatkan penerapan pidana bersyarat di jajaran para penegak hukum.

"Uji coba ini terhadap proyeksi pelaksanaan pasal pidana pengawasan dan kerja sosial yang dimulai dengan memperkuat pemahaman secara mendalam terhadap efektivitas penggunaan Pasal 14a-f KUHP," kata Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM Kemenko Polhukam, Sugeng Purnomo.

Penerapan pidana bersyarat ini dilakukan agar para penegak hukum mengetahui modul tata cara menggunakan Undang-Undang tentang pidana bersyarat.

Dengan konsep pidana bersyarat , para penegak hukum akan lebih mengedepankan konsep keadilan restoratif atau restorative justice dalam menangani sebuah perkara pidana.

Konsep ini memungkinkan para pelaku pidana yang divonis kurang dari satu tahun tidak harus menjalankan hukuman kurungan penjara melainkan hanya dikenakan denda sosial saja sesuai keputusan hakim.

Dengan demikian, konsep penerapan ini dapat membantu pemerintah mengatasi permasalahan-permasalahan lapas yang saat ini sudah penuh akan narapidana.

Sugeng melanjutkan, sebelumnya sosialisasi ini sudah berlangsung di Bali pada 13-14 Juni 2024. Dengan adanya sosialisasi ini, diharapkan seluruh penegak hukum dapat menggunakan pasal pidana bersyarat.

Baca juga: Hadi sebut penerapan pidana bersyarat efektif kurangi napi di lapas

Sebelumnya, Menko Polhukam RI Hadi Tjahjanto mengatakan penerapan Undang-Undang Pidana Bersyarat menjadi salah satu kunci untuk mengatasi permasalahan lapas yang sudah tidak bisa menampung narapidana.

Berdasarkan data yang dikutip dari situs resmi Kementerian Hukum dan HAM, per 1 April 2024, jumlah tahanan, anak, narapidana, dan anak binaan seluruh Indonesia saat ini berjumlah 270.207 orang dengan rincian 51.171 orang tahanan, 458 orang anak, 216.938 narapidana, dan 1.640 orang anak binaan.

Padahal, kapasitas lapas di dalam negeri jika ditotal hanya mampu menampung 140.424 orang. Jadi, rata-rata lapas saat ini sudah kelebihan penghuni (overload).

Sebagai gambaran, berdasarkan data dari Ombudsman RI tahun 2023, Lapas Perempuan Kelas IIA Martapura Kalsel tercatat dihuni 534 orang, mayoritas kasus narkotika.

Jumlah tersebut melebihi kapasitas maksimal lapas, sehingga pengawasan di dalam pun berjalan kurang maksimal.

Perbandingan idealnya, seorang penjaga hanya mampu mengawasi 20 narapidana dalam lapas. Karena kondisi tersebut, satu orang petugas diharuskan menjaga 60 narapidana sehingga aktivitas kriminal mudah terjadi di lapas akibat pengawasan kurang maksimal.

Pewarta: Walda Marison
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024