blind order atau PCA itu sebetulnya kan dari dulu sudah ada. Cuma berlakunya di pre-opening dan pre-closing
Jakarta (ANTARA) -
Direktur Panin Asset Management (Panin AM) Rudiyanto mengatakan perdagangan saham dengan mekanisme Periodic Call Auction (PCA) blind orderbook dalam Papan Pemantauan Khusus (PPK) dapat mengurangi risiko manipulasi harga karena tidak adanya informasi bid/offer.

Di sisi lain, dengan terbatasnya informasi bid/offer dan mekanisme yang berbeda, menurutnya, mekanisme ini menjadi kurang nyaman bagi investor yang terbiasa melakukan trading harian.

“Untuk menaikkan atau menurunkan harga secara signifikan, para spekulan membutuhkan informasi antrean harga dan volume. Dengan tidak tersedianya informasi tersebut dan harga done di harga yang sama, maka untuk melakukan manipulasi harga membutuhkan jumlah uang yang besar,” ujar Rudi sebagaimana keterangan resmi di Jakarta, Senin.

Rudi menyebutkan mekanisme PCA dengan blind orderbook bukan hal yang baru di pasar modal Indonesia, yang mana banyak saham-saham di BEI yang ditransaksikan dengan mekanisme PCA, hanya saja berlakunya saat pre-opening dan pre-closing perdagangan.

“Kalau tentang blind order atau PCA itu sebetulnya kan dari dulu sudah ada. Cuma berlakunya di pre-opening dan pre-closing,” ujar Rudi.

Baca juga: OJK: Papan Pemantauan Khusus ditujukan ciptakan pasar modal teratur

Baca juga: BEI lakukan penyesuaian aturan delisting dan relisting


Menurutnya, bagi manajer investasi, mekanisme PCA sudah biasa karena hampir semua transaksi reksa dana indeks dilakukan di pasar saat pre-closing.

“PCA itu kalau untuk reksa dana indeks menjadi pilihan utama karena biasanya transaksi dilakukan di pasar pada saat pre-closing. Tapi untuk investor perorangan, kemungkinan karena sosialisasi dan pemahaman yang kurang dan berlaku full sepanjang hari, menjadi polemik di kalangan investor. Untuk itu perusahaan sekuritas harus lebih rajin dalam menjelaskan cara kerja PCA ke nasabahnya,” ujar Rudi.

Masuknya saham ke PPK yang menyebabkan transaksinya harus melalui PCA, lanjutnya, juga bisa menjadi pertimbangan bagi investor untuk melakukan seleksi emiten sebelum berinvestasi, yang mana investor dapat melihat dan memahami mengapa emiten tersebut masuk dalam PPK.

“Kalau misalkan ada saham yang masuk ke dalam kategori PPK, perlu diperhatikan alasannya. Bisa jadi karena faktor teknis non fundamental, misalnya saham beredarnya kurang dari 7,5 persen. Bisa juga faktor yang terkait dengan fundamental dan praktik Good Corporate Governance (GCG) perusahaan seperti terlambat menyerahkan laporan keuangan, pergerakan tidak wajar sehingga di-suspensi, dalam status PKPU dan sebagainya," katanya.

"Alasan suatu saham masuk dalam Papan Pemantauan Khusus bisa menjadi semacam seleksi awal bagi investor untuk mempertimbangkan apakah tetap mau memegang saham tersebut atau tidak,” lanjut Rudi.

Menurutnya, revisi Peraturan PPK merupakan solusi yang ditawarkan BEI bagi emiten yang ingin keluar dari PPK agar dapat mendorong Good Corporate Governance (GCG) emiten menjadi lebih baik.

“Salah satunya adalah membagikan dividen tunai. Jadi kalau misalnya perusahaannya memang bagus, tapi masuk ke PPK, mau keluar caranya bagikan dividen tunai. Itu kan berarti secara tidak langsung, PPK itu menuntut GCG yang lebih baik daripada emiten. Pemegang saham juga dapat mengusulkan hal tersebut dalam RUPS yang diselenggarakan perusahaan,” ujar Rudi.

Baca juga: Direktur BEI ingatkan tujuan penerapan Papan Pemantauan Khusus 

Baca juga: BEI ingin perdagangan lebih aktif seiring penerapan Full Call Auction

Pewarta: Muhammad Heriyanto
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2024