Ini penting di dalam pengelolaan dan komunikasi, serta eksekusi kebijakan fiskal dan kemudian moneter untuk menjaga stabilitas makro kita

Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa Indonesia selalu mampu membedakan diri dengan emerging markets/EMs (ekonomi negara-negara berkembang).

Walaupun Indonesia dikelompokkan sebagai EMs, tetapi pemerintah berupaya melepas stigma tersebut dalam rangka mendorong lebih banyak investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

“Kita biasanya digrupkan atau dikelompokkan dalam emerging markets. Indonesia selama ini selalu mampu membedakan diri dengan emerging markets supaya kita tidak terkena stigma sebagai emerging markets yang vulnerable (rentan). Ini penting di dalam pengelolaan dan juga komunikasi, serta eksekusi kebijakan fiskal dan kemudian moneter untuk menjaga stabilitas makro kita,” ujarnya dalam Konferensi Pers Kondisi Fundamental Ekonomi Terkini dan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2025 di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak Jakarta, Senin.

Menurut dia, kinerja ekonomi Indonesia relatif resilien apabila dibandingkan dengan negara-negara EMs.

Negara-negara EMs seperti Brasil, Meksiko, Kolombia, Hungaria, Korea Selatan, Thailand dan Chile dikatakan mengalami koreksi cukup besar diakibatkan kecenderungan suku bunga tinggi, harga komoditas bergejolak (volatile) rendah terhadap tahun 2022/2024, dan aliran modal keluar asing (capital outflow​​​​​​) menyebabkan depresiasi terhadap nilai tukar dan pergerakan yield.

Baca juga: Menkeu: Presiden terpilih komitmen jaga defisit APBN di bawah 3 persen

Baca juga: Realisasi belanja pemerintah pusat untuk masyarakat Rp640,9 triliun

“Indonesia dibandingkan dengan negara-negara yang disebut atau dalam hal ini emerging markets yang dianggap prominen, Indonesia masih relativity (relatif) dalam kondisi yang resilien,” ucap Menkeu.

Sebagai perbandingan, depresiasi nilai tukar Indonesia yang sebesar 6,51 persen ytd cenderung lebih baik dibanding Brasil sebesar 11,96 persen ytd, Korea Selatan 7,29 persen ytd, Kolombia 7,19 persen ytd, Thailand 6,96 persen ytd, Chile 6,93 persen ytd, Meksiko 6,77 persen ytd, dan Hungaria 6,63 persen ytd.

Begitu pula dengan yield SBN 10 tahun Indonesia yang berada di angka 51 basis points (bps) ytd, masih lebih stabil dibandingkan Brazil 169,5 bps ytd, Meksio 135,4 bps ytd, Hungaria 97 bps ytd, Kolombia 85,9 bps ytd, dan Chile 73 bps ytd.

Dalam pertumbuhan ekonomi kuartal I-2024, Indonesia mencapai 5,11 persen, Korea Selatan 3,3 persen, Brasil 2,5 persen, Chile, 2,3 persen, Meksiko 1,6 persen, Thailand 1,5 persen, Hungaria 1,1 persen, dan Kolombia 0,7 persen.

Untuk rasio Debt-to-GDP (Gross Domestic Product/Produk Domestik Bruto) 2023, Indonesia hanya 39,3 persen, sementara Meksiko 49,1 persen, Korea Selatan 49,8 persen, Thailand 61,98 persen, Kolombia 64,3 persen, serta Hungaria 73,5 persen.

Terkait inflasi yoy per Mei 2024, Indonesia relatif lebih baik dengan angka 2,84 persen, dibandingkan Brasil 3,93 persen, Hungaria 4 persen, Chile 4,1 persen, Meksiko 4,69 persen dan Kolombia 7,16 persen.

“Ini (semua) disebabkan karena selama ini policy fiskal kita cukup hati-hati dan prudent dan ini memberikan jangkar atau anchor terhadap stabilitas kita,” ucap Sri Mulyani.

Baca juga: Menkeu paparkan kesepakatan sementara postur makro fiskal 2025

Baca juga: Menkeu anggarkan Rp71 triliun untuk Makan Bergizi Gratis di RAPBN 2025

Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2024