Jakarta (ANTARA) - Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menyatakan surat dakwaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam perkara mantan Hakim Agung Gazalba Saleh telah memenuhi syarat formal dan materiil yang diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf a dan b KUHAP.

Selain itu, majelis hakim menyatakan bahwa nota keberatan atau eksepsi dari tim penasihat hukum Gazalba Saleh telah memasuki pokok perkara, sehingga perlu dibuktikan lebih lanjut dalam persidangan.

“Surat dakwaan sah untuk dijadikan sebagai dasar memeriksa dan mengadili perkara tindak pidana korupsi atas nama Gazalba Saleh,” ucap Hakim Ketua Subachran Hardi Mulyono membacakan amar putusan banding perlawanan KPK atas putusan sela Gazalba Saleh di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Jakarta, Senin.

Majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pun menyatakan tidak sependapat dengan pertimbangan hukum dan amar putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengabulkan eksepsi Gazalba Saleh.

Atas pertimbangan hukum tersebut, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan permohonan banding perlawanan jaksa penuntut umum (JPU) KPK.

Pengadilan tinggi juga membatalkan putusan sela Pengadilan Tipikor Jakarta terkait perkara Gazalba Saleh, sekaligus memerintahkan agar perkara yang bersangkutan tetap dilanjutkan.

“Memerintahkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengadili perkara a quo untuk melanjutkan mengadili dan memutus perkara a quo,” ujar Subachran.

Sebelumnya, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu (29/5), menyatakan tim jaksa KPK mengajukan perlawanan (verzet) atas putusan sela majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara terdakwa Gazalba Saleh.

Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Fahzal Hendri dalam sidang putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (27/5), mengabulkan nota keberatan atau eksepsi dari tim penasihat hukum terdakwa Gazalba Saleh.

Fahzal menjelaskan, salah satu alasan majelis hakim mengabulkan nota keberatan Gazalba ialah tidak terpenuhinya syarat-syarat pendelegasian penuntutan dari Jaksa Agung selaku penuntut umum tertinggi sesuai asas single prosecution system (sistem penuntutan tunggal).

Dengan demikian, majelis hakim berpendapat Direktur Penuntutan KPK tidak memiliki kewenangan sebagai penuntut umum dan tidak berwenang melakukan penuntutan perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus Gazalba Saleh.

Pengadilan Tipikor memutuskan bahwa penuntutan dan surat dakwaan penuntut umum KPK tidak dapat diterima, serta memerintahkan Gazalba Saleh segera dibebaskan dari tahanan setelah putusan sela diucapkan.

Dalam perkara dimaksud, Gazalba Saleh didakwa menerima gratifikasi dan melakukan TPPU dengan total senilai Rp25,9 miliar terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA).

Atas dakwaan gratifikasi, Gazalba terancam pidana dalam Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara atas dakwaan TPPU, Gazalba terancam pidana Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2024