Pangkalan Bun (ANTARA) - Menjadi Sekolah Penggerak tidak mudah, sejumlah tahapan harus dilewati. Minimal sekolah melakukan lima intervensi yang saling terkait dan tidak bisa dipisahkan, dan akan mengakselerasi sekolah negeri atau swasta untuk bergerak 1 hingga 2 tahap lebih maju.
Pertama, pendampingan konsultatif dan asimetris. Di mana Kemendikbud melalui unit pelaksana teknis (UPT) di masing-masing provinsi akan memberikan pendampingan bagi pemerintah daerah provinsi dan kabupaten atau kota dalam perencanaan Program Sekolah Penggerak.
UPT Kemendikbud di masing-masing provinsi itu akan memberikan pendampingan kepada pemda selama implementasi program. Termasuk memfasilitasi pemda dalam melakukan sosialisasi kepada pihak-pihak terkait hingga mencarikan solusi jika terjadi kendala di lapangan.
Tahap kedua, melakukan penguatan terhadap SDM sekolah yang melibatkan kepala sekolah, pengawas sekolah, penilik, dan guru. Bentuk penguatannya meliputi pelatihan dan pendampingan intensif (coaching one to one) dengan pelatih ahli dari Kemendikbud.
Ketiga, melakukan pembelajaran dengan paradigma baru, yakni merancang pembelajaran berdasarkan prinsip yang terdiferensiasi, sehingga setiap siswa belajar sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya.
Keempat, menitikberatkan pada manajemen berbasis sekolah, yang didasarkan pada refleksi diri satuan pendidikan.
Kelima, digitalisasi sekolah lewat penggunaan berbagai platform digital yang mengurangi kompleksitas, meningkatkan efisiensi, menambah inspirasi, dan pendekatan yang disesuaikan.
Program Sekolah Penggerak sendiri adalah upaya untuk mewujudkan visi Pendidikan Indonesia dalam mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui terciptanya Pelajar Pancasila.
Program Sekolah Penggerak berfokus pada pengembangan hasil belajar siswa secara holistik yang mencakup kompetensi (literasi dan numerasi) dan karakter, diawali dengan SDM yang unggul (kepala sekolah dan guru).
Program ini merupakan penyempurnaan program transformasi sekolah sebelumnya yang akan mengakselerasi sekolah negeri/swasta di seluruh kondisi untuk bergerak 1-2 tahap lebih maju.
Program dilakukan bertahap dan terintegrasi dengan ekosistem hingga seluruh sekolah di Indonesia menjadi Program Sekolah Penggerak.
Sekolah Penggerak
Di Kabupaten Sukamara, Kalimantan Tengah, SD Perdana Sukamara yang berada di tengah kebun sawit menjadi yang pertama dan satu-satunya hingga kini berlabel Sekolah Penggerak yang diperoleh pada tahun 2022, bukan kepada 50-an sekolah negeri dan swasta lainnya.
Kondisi ini sempat menimbulkan kecemburuan. Kepala Sekolah SD Perdana Sukamara, Krisdiana, yang juga Juara I Kepala Sekolah Berprestasi se Sukamara itu, semula tidak menyangka, meski sudah mendapat pemberitahuan via email dari Kemendikbudristek, tetapi belum ada pemberitahuan resmi dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sukamara.
Akhirnya pemberitahuan itu tiba juga. SD Perdana resmi menerima label sebagai Sekolah Penggerak. Menjadi Sekolah Penggerak sebenarnya tidak membutuhkan upaya berlebih karena sekolah itu sudah menerapkan "Merdeka Belajar" dalam aktivitas ajar mengajar, seperti diferensiasi, penguatan literasi dan numerasi.
Sehingga saat beralih ke kurikulum Merdeka Belajar, kata Cut Maharani Soraya, Juara I Guru Berprestasi se Kabupaten Sukamara yang mengajar di SD Perdana Sukamara itu, relatif lebih mudah karena tinggal mempertebal sistem belajar.
Dia bersama rekan guru di SD yang sama juga sudah menjadi Guru Penggerak dan sudah menular pengetahuan dan ketrampilan kepada guru lainnya, termasuk ke sekolah lain, baik negeri dan swasta.
Minimal 1-2 kali, guru SD Perdana memberi pelatihan kepada guru lainnya agar memiliki pengetahuan dan kemampuan yang sama dalam mempraktekkan Merdeka Belajar.
Imbas berlabel Sekolah Penggerak dan Guru Penggerak juga terlihat pada prestasi siswa. Sebut saja Arkha Denta Aradana yang juara II Festival Bahasa Ibu Kabupaten Sukamara, lalu Gracia Queenessa Lavonya Wonga yang berprestasi di bidang sains dan Rifandra Muhammad Rizky Indrayanto yang berprestasi dalam mendongeng bahasa ibu juga bahasa Inggris.
Mereka ada perwakilan dari sekian banyak murid SD Perdana yang berprestasi lainnya.
Wajar 12 tahun
Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sukamara, Abu Tholib, sangat mendukung program Lighthouse School Program (LSP) yang diinisiasi Putera Sampoerna Foundation (PSF), di antaranya berbagai materi pelatihan dan pendampingan yang tidak hanya ditujukan kepada guru dan siswa, tetapi juga manajemen sekolah, serta orang tua siswa.
Program itu juga berimbas kepada sekolah lain, karena konsep Sekolah Penggerak memang secara bertahap dan terintegrasi sehingga tercipta Sekolah Penggerak di seluruh Indonesia.
SD Perdana Sukamara seperti mercusuar yang menerangi melalui program pengimbasan dan pelatihan bagi sekolah lain.
Lalu, kemana murid berprestasi SD Perdana Sukamara akan melanjutkan sekolahnya? Arkha, Queen, dan Rifandra menyatakan akan melanjutkan sekolah ke SMPN 1 Sukamara yang butuh 30 menit dari SD mereka sekarang. Mungkin begitu juga dengan ratusan siswa SD Perdana lainnya.
Krisdiana mengakui belum ada SMP Perdana di kebun sawit milik PT Sampoerna Agro Tbk itu. Dia menyatakan, sudah terpikirkan untuk membuat SMP agar siswa SD tidak harus ke kota Sukamara untuk melanjutkan sekolah. Tempat dan gedung sedang dipersiapkan, tetapi dia tidak tahu kapan SMP itu akan eksis.
Di Sukamara sekarang ini jumlah SD negeri dan swasta sebanyak 49, SMP sebanyak 16 dan SLTA hanya delapan.
Editor: Sri Haryati
Copyright © ANTARA 2024