"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka WK (Waryono Karno)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Selasa.
Tri sudah datang ke gedung KPK dan tidak menyampaikan komentar mengenai pemanggilannya tersebut. Tri sebelumnya sudah pernah diperiksa KPK dalam kasus pemberian suap kepada mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini karena disebut sebagai perantara penerima uang 200.000 dolar AS untuk THR anggota Komisi VII.
Dalam perkara ini pada Senin (27/1), KPK sudah memeriksa Direktur Utama PT Pertamina sebagai saksi, dalam pemeriksaan tersebut Karen mengaku menolak memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada anggota Komisi VII DPR.
"Saya ingin tegaskan ke seluruh wartawan bahwa tidak sepeserpun uang saya berikan THR ke Komisi VII dan selama saya menjadi dirut itu tidak akan terjadi, dan BUMN tidak akan dijadiikan sapi perah selama saya menjadi dirut Pertamina," kata Karen pada Senin (27/1) malam.
Dalam perkara ini, KPK juga sudah memeriksa Ketua Komisi VII dari fraksi Partai Demokrat Sutan Bhatoegana dan Wakil Ketua Komisi VII Zainuddin Amali, keduanya membantah telah menerima THR dari Rudi Rubiandini.
Kasus ini bermula dari penemuan uang 200.000 dolar AS di tas Waryono saat penggeledahan di kantor Kementerian ESDM seusai penangkapan mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini pada 3 Oktober 2013 lalu.
Waryono Karno ditetapkan sebagai tersangka dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait kegiatan di Kementerian ESDM sejak 9 Desember 2014.
Kepada Waryono disangkakan pasal 12 huruf B dan atau pasal 11 Undang-undang No 31/1999 sebagaimana diubah Undang-undang No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Isi pasal tersebut adalah setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara 4-20 tahun kurundan dan pidana denda Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014