Jakarta (ANTARA) - Haji, sebagai rukun Islam kelima, memiliki dimensi yang sangat luas dan kompleks. Bukan sekadar ritual keagamaan, haji juga merupakan sebuah simbol kesatuan dan persatuan umat Islam dari seluruh dunia. Setiap tahun, jutaan muslim berkumpul di Tanah Suci, menjalankan serangkaian ibadah yang penuh makna.

Dalam perspektif hubungan internasional, haji berfungsi sebagai diplomasi melalui jembatan dialog antar peradaban, budaya, dan kultur yang berbeda. Di sini, umat Islam dari berbagai latar belakang bertemu dan berinteraksi, menciptakan ruang bagi pengertian dan toleransi. Haji menjadi laboratorium nyata untuk menguji sejauh mana kita bisa menerima dan menghargai keragaman di antara umat muslim.

Lebih dari itu, haji juga mencerminkan konsep diplomasi dalam skala global. Kehadiran jemaah haji dari berbagai negara-bangsa membuka peluang dialog lintas budaya dan peradaban yang berharga. Interaksi ini bukan hanya memperkuat persaudaraan di antara sesama muslim, tetapi juga memberikan contoh nyata bagaimana prinsip-prinsip moderasi dan toleransi dalam kehidupan beragama dapat diterapkan.

Haji, dalam konteks ini, mengajarkan kita pentingnya hidup berdampingan secara harmonis, menghormati perbedaan, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Dengan demikian, haji menjadi wahana untuk membangun jembatan perdamaian dan memperkuat ikatan persaudaraan global yang didasari oleh pemahaman dan penghormatan terhadap keragaman.

 

Haji dan Jejak Diplomasi Indonesia

Tulisan berjudul Misi Hadji R.I jang Pertama yang terbit di Koran Patria (1968) menyebutkan, pasca kemerdekaan, pelaksanaan ibadah haji oleh Pemerintah Indonesia tahun 1948 bukan hanya sekedar melaksanakan serangkaian ibadah haji belaka, namun mempunyai tujuan juga untuk menyampaikan misi yang bersifat diplomatis, menarik simpati atas perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia.

Rombongan misi haji tersebut terdiri dari KH Mohammad Adnan (Ketua) dan Saleh Su’aidy (Sekertaris) ini banyak menuai hasil positif, yakni dengan mendekatnya negara-negara Arab dan dunia Islam kepada perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia serta menjauhkannya dari hasutan yang dilancarkan oleh NICA dan kroninya. Secara politis, pemberangkatan misi haji ini menggugah simpati dari negara-negara Islam, sehingga baik de facto maupun de jure, mereka mengakui kedaulatan Republik Indonesia (Kusairi dan Islamil, 2023).

Berkaitan dengan Kerajaan Arab, jauh sebelum merdeka, Indonesia juga pernah menghadapi situasi yang tidak jauh berbeda. Komite Hijaz, yang dipimpin oleh KH Abdul Wahab Chasbullah, menjadi salah satu tonggak penting dalam diplomasi umat Islam Indonesia. Dibentuk pada tahun 1926, Komite Hijaz bertujuan untuk menyampaikan aspirasi umat Islam Indonesia kepada Raja Ibnu Saud, terutama terkait kebijakan yang dapat merugikan kelompok Ahlussunnah wal Jamaah.

Kiai Wahab, dengan kepiawaiannya dalam diplomasi dan lobi, berhasil memimpin tim tersebut dalam menyampaikan beberapa misi, terutama mengenai kebebasan bermazhab dan pelestarian tempat bersejarah. Misi ini menunjukkan tidak hanya kemampuan diplomasi ulama Indonesia pada masa itu tetapi juga komitmen kuat terhadap perlindungan dan pengembangan tradisi keagamaan yang inklusif. Prestasi Komite Hijaz menjadi inspirasi bagi praktik diplomasi pemerintah Indonesia, salah satunya melalui Kementerian Agama dalam penguatan moderasi beragama di tingkat global.

 

Indonesia-Saudi Hari Ini

Hubungan diplomatik antara Indonesia dan Arab Saudi saat ini berada pada masa keemasan. Salah satu buktinya adalah peningkatan kuota haji bagi jemaah Indonesia, yang menunjukkan penghargaan tinggi dari pemerintah Saudi terhadap Indonesia. Bahkan, jemaah haji Indonesia sering kali menjadi yang pertama menikmati inovasi-inovasi pelayanan haji dari Kerajaan Arab Saudi.

Hal itu mencerminkan bagaimana Saudi berusaha memperlihatkan kepada dunia bahwa mereka mendukung dan menguatkan Islam yang moderat dan inklusif. Hal ini juga tercermin dalam tindakan Gubernur Madinah, Pangeran Faisal Bin Salman, yang secara langsung menyambut kedatangan jemaah haji Indonesia di Bandara Madinah. Pangeran Faisal juga menyatakan bahwa jemaah haji Indonesia dikenal sebagai yang paling rapi, tertib, dan disiplin. Pernyataan ini diceritakan langsung oleh Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Arab Saudi 2016-2021 Agus Maftuh Abegebriel.

Kerja sama ini juga memperlihatkan komitmen kedua negara dalam mempromosikan Islam moderat di panggung internasional. Arab Saudi, dengan berbagai langkah inovatifnya dalam pelayanan haji, berusaha mengirim pesan bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil 'alamin (rahmat bagi seluruh alam).

Penghargaan yang diberikan kepada jemaah haji Indonesia tidak hanya menunjukkan hubungan diplomatik yang kuat, tetapi juga menegaskan peran penting Indonesia sebagai salah satu negara dengan mayoritas muslim terbesar yang mempromosikan nilai-nilai moderasi dan toleransi. Dengan demikian, diplomasi haji antara Indonesia dan Arab Saudi berkontribusi signifikan dalam upaya global memperkuat moderasi beragama.

 

Moderasi Beragama Tingkat Global

Indonesia dikenal sebagai negara yang sudah sangat berpengalaman dalam penguatan pemahaman dan praktik beragama yang moderat. Pengalaman berabad-abad mengelola serta merawat keragaman agama dan budaya secara harmoni dan damai menjadi bukti Indonesia layak menyandang predikat tersebut.

Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia, melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 58 tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama, telah menetapkan landasan penting dalam memperkuat praktik moderasi beragama di tengah-tengah masyarakat.

Ini bukan hanya menjadi pedoman di dalam negeri, tetapi juga menjadi model yang dapat diadopsi di tingkat global. Penguatan moderasi beragama di tingkat global dapat diwujudkan melalui perilaku moderat yang diperlihatkan oleh umat muslim Indonesia. Karakter muslim Indonesia yang dikenal murah senyum, ramah, dan mudah bergaul (easy going) merupakan cerminan dari Islam yang damai dan toleran. Prinsip-prinsip seperti komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan penerimaan terhadap tradisi lokal, adalah modal diplomasi Indonesia di dunia global.

Di tengah dinamika global yang belakangan sering kali diwarnai oleh konflik dan ketegangan, moderasi beragama menjadi jalan tengah yang dapat mempersatukan umat Islam dari berbagai latar belakang. Indonesia, dengan pengalaman dan praktik moderasi beragamanya, dapat berperan sebagai pemimpin dalam upaya global memperkuat solidaritas dan persatuan umat Islam. Keberhasilan Indonesia dalam menegakkan Islam moderat juga dapat menjadi inspirasi bagi negara-negara lain yang menghadapi tantangan serupa.

Lebih jauh lagi, moderasi beragama yang dibumikan di Indonesia tidak hanya relevan dalam konteks keislaman, tetapi juga dalam konteks hubungan antaragama. Dalam masyarakat yang plural dan majemuk, moderasi beragama menjadi kunci untuk menciptakan kehidupan yang harmonis dan damai.

Oleh karena itu, Haji, dengan segala dimensi keagamaan dan kemanusiaannya, menegaskan perannya sebagai momentum diplomasi penguatan moderasi beragama untuk dunia. Peristiwa tahunan ini bukan hanya ajang ibadah tetapi juga wadah dialog global, di mana jutaan muslim dari berbagai negara bertemu, berinteraksi, dan berbagi pengalaman.

Interaksi tersebut membentuk jembatan yang memperkokoh persaudaraan lintas budaya dan peradaban, mempromosikan prinsip-prinsip moderasi, toleransi, dan saling menghormati. Dengan Indonesia sebagai contoh nyata praktik moderasi beragama, haji menjadi simbol komitmen global untuk hidup berdampingan secara harmonis, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, dan menciptakan dunia yang lebih damai dan inklusif.

*) Ahmad Zayadi adalah Direktur Penerangan Agama Islam di Kementerian Agama RI

*) Pandangan dan pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah milik penulis dan tidak mencerminkan kebijakan resmi atau posisi Kantor Berita ANTARA

Copyright © ANTARA 2024