“Perlu leadership (kepemimpinan, red.) untuk membangun transformasi Jakarta menjadi kota global, supporting system-nya (sistem pendukungnya, red.) harus kuat, komunikasinya dengan pemerintah pusat juga harus kuat, dan juga harus memastikan bahwa seluruh lapisan masyarakat di Jakarta ini terlibat, istilahnya no one left behind (tidak ada yang ditinggalkan, red.),” katanya dalam webinar yang dipantau dari Jakarta, Jumat.
Ia menjelaskan bahwa transformasi Jakarta yang terjadi setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta perlu memperhatikan masyarakat dengan kemampuan ekonomi rendah maupun lemah, sehingga mereka tidak hanya menjadi penonton dari transformasi tersebut.
Oleh sebab itu, ia menyebut tantangan transformasi Jakarta menjadi kota global perlu direspons dengan baik. Terlebih, lanjut dia, Jakarta menempati posisi 74 dari 156 kota global di dunia berdasarkan Kearney Global City Index 2023.
“Termasuk hampir pertengahan paling bawah Jakarta ini untuk menjadi kota global. Singapura misalnya dia menjadi urutan ketujuh, the best ten (sepuluh terbaik, red.), di atas kita ada Bangkok di urutan 45, Malaysia (Kuala Lumpur) 72. Artinya, kita masih harus berjuang,” ujarnya.
Menurut dia, untuk menjadi kota global, Jakarta membutuhkan infrastruktur yang berkelas dunia.
“Kalau melihat Jakarta, mungkin di Jakarta Pusat, bersih, bagus, seolah-olah kita berada di luar negeri, tetapi saat berada di pinggiran-pinggiran Jakarta itu masih banyak terlihat pembangunan yang tidak seimbang,” katanya.
Selain itu, ia mengatakan bahwa ruang publik yang ramah dan inklusif diperlukan untuk membuat Jakarta menjadi kota global yang paripurna.
“Kalau kita ke kota-kota besar, ya jangan jauh-jauh, ke Singapura misalnya yang sangat kecil, ya, itu ruang publiknya dan ruang hijaunya banyak sekali, seolah-olah kemana kita pergi kok hijau ya, banyak sekali ruang-ruang untuk masyarakat berkumpul, berolahraga, seperti itu. Nah, itu menjadi challenge, jangan sampai semua wilayah Jakarta tidak ada lagi ruang hijaunya, semuanya menjadi gedung-gedung,” ujarnya.
Ia juga mengatakan bahwa pelayanan pendidikan dan kesehatan perlu dibuat lebih komprehensif lagi untuk mewujudkan Jakarta sebagai kota global.
Selanjutnya, ia menyebut kebudayaan Betawi tidak boleh hilang bila Jakarta menjadi kota global seutuhnya.
“Karena Jakarta ini budaya based-nya adalah budaya Betawi. (Jangan sampai, red.) identitas budaya itu hilang. Itu (Jakarta sebagai kota global, red.) seharusnya menjadi pertemuan multikultural, tetapi budaya Betawinya jangan sampai hilang. Justru harusnya menjadi tujuan wisata,” jelasnya.
Pewarta: Rio Feisal
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2024