...kami masih mengkaji dan kami takut kalau nanti bocor...
Jakarta (ANTARA News) - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) M Yusuf mengatakan biasanya menjelang pemilu terjadi peningkatan transaksi mencurigakan di partai politik sekitar 20-25 persen.
"Kami masih mengkaji, yang jelas tren transaksi mencurigakan meningkat satu tahun sebelum tahun H (pemilu), pada saat tahun H dan satu tahun setelah itu meningkat," kata M Yusuf di Gedung DPR, Jakarta, Senin.
Namun, Yusuf tidak bisa menjelaskan mengenai pola transaksi mencurigakan tersebut. "Saya tidak bisa berbicara rinci karena kami masih mengkaji dan kami takut kalau nanti bocor tidak bisa ditindaklanjuti," ujarnya.
Ia mengatakan transaksi mencurigakan itu, misalnya seseorang berpenghasilan Rp10 juta namun melakukan transaksi sebesar Rp500 juta.
Indikasi lain adanya transaksi mencurigakan, ujarnya, ketika seseorang melakukan transaksi dengan dolar padahal sebelumnya ia terbiasa menggunakan rupiah.
Selain itu terjadi peningkatan frekuensi transaksi, dari satu bulan sekali menjadi setiap pekan.
"Misalnya, satu tempat mau pilkada, pengusaha X ini sering kali transaksi padahal bisnis tidak mendukung ke arah tersebut," ujarnya, memberikan contoh lain dari transaksi mencurigakan.
Setelah ditelusuri oleh PPATK, transaksi keuangan yang dilakukan pengusaha tersebut berkolerasi dengan salah satu calon peserta pilkada, demikian menurut Kepala PPATK.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2014