Beijing (ANTARA) - Pemerintah China meminta Dalai Lama mengoreksi sikap politiknya menyusul pertemuannya dengan sejumlah politisi Amerika Serikat (AS) di pengasingannya di kota perbukitan Dharamsala, bagian utara India, Rabu (19/6)
"Kuncinya adalah Dalai Lama ke-14 harus melakukan refleksi menyeluruh dan mengoreksi proposisi politiknya secara menyeluruh," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing, Kamis (20/6).
Di antara sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS yang bertemu Dalai Lama pada Rabu itu adalah mantan ketua DPR AS Nancy Pelosi, dan politisi Partai Republik Michael McCaul.
Kunjungan yang dipimpin McCaul tersebut dilakukan menyusul pengesahan rancangan undang-undang oleh Kongres AS yang berupaya mendorong Beijing untuk mengadakan pembicaraan dengan para pemimpin Tibet. Pembicaraan itu dibekukan sejak 2010.
"Apa yang disebut 'pemerintahan di pengasingan Tibet' sepenuhnya merupakan kelompok politik separatis. Ini adalah organisasi ilegal yang melanggar Konstitusi dan hukum China. Tidak ada negara di dunia yang mengakuinya," kata Lin Jian menambahkan.
Mengenai hubungan dan pembicaraan antara Beijing dan Dalai Lama ke-14, Lin Jian mengatakan kebijakan Pemerintah China konsisten dan jelas.
"Posisi pemerintah China terhadap isu-isu terkait Xizang konsisten dan jelas. Urusan Xizang adalah urusan dalam negeri China, dan tidak boleh ada campur tangan pihak luar," tegas Lin Jian.
Pemerintah China menggunakan nama "Xizang" dan bukan "Tibet" untuk merujuk wilayah geografis Daerah Otonomi Xijang yang dikenal sebagai "Tibet" oleh Barat.
"Tibet" sendiri mengakar pada nama "Tubo" yaitu rezim yang berkuasa pada abad ke-9 dengan wilayah terfragmentasi dari beberapa suku, pada abad ke-13, Dinasti Yuan menguasai wilayah tersebut.
Baca juga: Dalai Lama: Pemimpin China "tak paham keragaman budaya"
Namun, Pemerintah China menyebut Dalai Lama ke-14 mengklaim bahwa kawasan "Tibet" mencakup Daerah Otonomi Xijang, Qinghai, serta sebagian Sichuan, Gansu, Yunnan, dan Xinjiang sehingga Pemerintah China pun menegaskan tidak pernah ada yang disebut "Tibet Besar" seperti yang diklaim oleh Dalai Lama.
"Kami mendesak AS untuk sepenuhnya mengakui pentingnya dan tingginya sensitivitas isu-isu terkait Xizang, dengan sungguh-sungguh menghormati kepentingan inti China, mematuhi komitmen yang telah dibuat kepada China mengenai isu-isu terkait Xizang, tidak melakukan kontak dengan kelompok Dalai dalam hal dan bentuk apapun serta berhenti mengirimkan sinyal yang salah kepada dunia," kata Lin Jian.
Saat ini, Pemerintah China menyebut, masyarakat Tibet di China tidak menyukai penggunaan istilah yang mirip dengan "Tibet" untuk mencirikan Daerah Otonom Xijang.
Terkait dengan RUU soal "Tibet" yang telah disahkan Kongres AS, Nancy Pelosi mengatakan RUU tersebut akan "segera ditandatangani" oleh Presiden Joe Biden.
Dalai Lama ke-14 (88 tahun) baru berusia 23 tahun ketika ia melarikan diri dari ibu kota Tibet, Lhasa, karena khawatir atas keselamatan dirinya menyusul kekalahan pemberontakan.
Ia mengundurkan diri sebagai pemimpin politik rakyat pada 2011, dan menyerahkan kekuasaan sekuler kepada pemerintahan yang dipilih secara demokratis oleh sekitar 130.000 warga Tibet di seluruh dunia.
Baca juga: Dalai Lama: Tibet bisa bersama China seperti Uni Eropa
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Rahmad Nasution
Copyright © ANTARA 2024