Jakarta (ANTARA News) - Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) memperkirakan kerugian akibat luapan lumpur pada budidaya tambak di kecamatan Tanggulangin dan Porong Sidoarjo, Jawa Timur, mencapai Rp10,9 miliar per tahun. Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR RI, Selasa malam, menyatakan luapan lumpur Lapindo mengakibatkan produksi tambak pada lahan seluas 989 hektar di dua kecamatan mengalami kegagalan panen. "Jika seluruh tambak di tiga kecamatan yang terkena pengaruh aliran sungai Avor Alo dan Sungai Jatianom dari luapan lumpur tidak terkendali, maka dampaknya akan lebih luas lagi," katanya. Menurut dia, dampak dari luapan lumpur Lapindo jika sampai meluas pada tiga kecamatan akan mempengaruhi kawasan tambak sekitar 5.136 ha dengan jumlah petambak 965 orang. Freddy menyatakan, rencana pembuangan lumpur yang dilakukan dengan cara mengalirkannya ke laut melalui Sungai Porong, bisa mengakibatkan dampak yang semakin meluas yakni sebagian besar tambak di sepanjang pesisir Sidoarjo dan daerah kabupaten lain di sekitarnya. "Hal itu dimungkinkan karena lumpur yang sampai di pantai akan terbawa aliran transpor sedimen sepanjang pantai," katanya. Selain budidaya tambak, aliran Sungai Avor Alo juga menjadi sumber pasok air tawar bagi budidaya ikan lele oleh 43 orang pembudidaya di Desa Penatar Sewu Kecamatan Tanggulangin. Produktivitas kolam sekitar 4,5 ton sehingga kalau terjadi bencana dari aliran sumber airnya maka diperkirakan potensi kerugiannya mencapai Rp70 juta per tahun. Sementara itu saat ini DKP akan membentuk Tim Terpadu yang terdiri atas lintas unit teknis eselon I lingkup DKP untuk melakukan kajian yang hasilnya akan disampaikan kepada pihak berwenang untuk dipertimbangkan dalam penanganan lumpur PT Lapindo Brantas. (*)
Copyright © ANTARA 2006