Denpasar (ANTARA) - Direktur Tata Kelola Destinasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Florida Pardosi mengatakan sertifikasi desa wisata hijau di Bali bermanfaat untuk mendatangkan turis berkualitas.

Florida menyampaikan ini di Denpasar, Kamis, dalam peluncuran sertifikasi desa wisata hijau sebagai upaya mencapai Bali Emisi Nol Bersih 2045 inisiatif World Resources Institute (WRI) Indonesia, Dinas ESDM Bali, Dinas Pariwisata Bali, dan pakar arsitektur dan pariwisata.

“Manfaatnya (sertifikasi desa wisata hijau) kami sedang mencari turis berkualitas, turis berkualitas ini akan hadir dan mencari produk-produk yang memang berkualitas, berkelanjutan, hijau, jadi pasarnya sudah ada sudah menginginkan produk berkualitas,” kata dia.

Diketahui sertifikasi desa wisata hijau yang baru diluncurkan di Bali mengacu pada unsur 3P yaitu people (masyarakat, adat, dan kultur), planet (alam), dan profit (nilai ekonomi).

Kemenparekraf melihat tiga unsur ini sejalan dengan syarat program mereka untuk desa wisata berkelanjutan, dimana dua dari delapan desa wisata hijau di Bali saat ini sudah masuk dalam daftar.

“Manfaatnya yang menarik lagi kami mengusulkan desa-desa supaya bisa bersaing di dunia, seperti Desa Pangelipuran tahun 2023, dari Bali tahun ini ada mudah-mudahan bisa bersaing di ajang internasional,” ujar Florida.

Assessor Sayembara Desain Deddy Kurniawan Halim menambahkan desa wisata hijau sudah menetapkan delapan desa tersertifikasi dari 238 desa wisata yang ada di Pulau Dewata.

Pemprov Bali dan para pakar memilih desa wisata yang lebih fokus pada unsur planet dalam syarat 3P tadi, sebab jika profit yang menjadi acuan utama maka dikhawatirkan justru akan mengonsumsi energi lebih banyak dan tidak sejalan dengan misi Bali Emisi Nol Bersih 2045.

Salah satu yang menjadi percontohan adalah Desa Wisata Pinge, Tabanan, dimana secara pembangunan mereka hampir tidak memenuhi syarat namun di sisi lain mereka menghasilkan energi melebihi yang diperlukan.

“Mereka memasang solar panel di desa sampai 80 persen, bahkan sampai ke ruang publik, ini surplus oksigen, jadi idenya bagaimana daerah pedesaan Bali menjadi contoh untuk membuat pariwisata yang memperhatikan planet,” ujar Deddy.

Lebih lanjut, dari penelitian para pakar arsitektur dan pariwisata ini ditemukan bahwa desa-desa di Bali lebih banyak mengutamakan unsur people dan planet, mereka meyakini profit akan datang sendirinya ketika dua unsur ini tercapai.

Baca juga: Menteri Sandiaga keliling desa wisata menjelang akhir masa jabatan
Baca juga: Malahing, dari kampung nelayan menjadi desa wisata kebanggaan Kaltim
Baca juga: Dispar Lombok Barat maksimalkan pengembangan desa wisata

 

Pewarta: Ni Putu Putri Muliantari
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2024