Pendirian atau pendaftaran organisasi sosial di Indonesia dinilai lebih efisien dibanding negara-negara lain di Asia

Jakarta (ANTARA) - Laporan Doing Good Index (DGI) 2024 mengungkapkan upaya pendirian organisasi sosial (orsos) di Indonesia lebih mudah dibandingkan negara lainnya di Asia.

Kajian tersebut dilakukan setiap dua tahun sekali oleh Centre for Asian Philanthropy and Society (CAPS), dengan melibatkan 2.183 organisasi sosial sebagai responden dan 140 panel ahli. Di Indonesia, riset dilakukan oleh Public Interest Research and Advocacy Center (PIRAC).

"Pendirian atau pendaftaran organisasi sosial di Indonesia dinilai lebih efisien dibanding negara-negara lain di Asia," kata Direktur Eksekutif PIRAC Ninik Annisa melalui keterangan di Jakarta, Rabu.

Ninik menyebut pendirian organisasi sosial di Indonesia hanya butuh waktu 19 hari, sementara di negara-negara lain di Asia butuh waktu rata-rata 123 hari.

Ia menyebut kebijakan dan dukungan sumber daya pemerintah menjadi komponen penting dalam pengembangan sektor filantropi dan nirlaba di berbagai negara.

"Kebijakan yang mempermudah dan memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya berbagai inisiatif sosial, dapat mendorong perkembangan dan kemajuan sektor filantropi/nirlaba," ujarnya.

Meski demikian, Ninik menyebut terdapat beberapa catatan khusus, seperti belum adanya kebijakan terkait insentif pajak dan fiskal yang signifikan untuk para donatur di sektor filantropi dan nirlaba.

Baca juga: Forum Zakat: Kasus ACT momentum perbaiki regulasi lembaga filantropi
Baca juga: Pemerintah sebut organisasi nirlaba berkontribusi bagi pembangunan RI

Di mana 17 negara di Asia menawarkan insentif pajak untuk donasi yang dilakukan baik oleh perusahaan maupun individu, dengan pengurangan yang bervariasi mulai dari nol hingga 250 persen, sedangkan kebijakan pajak di Indonesia membatasi jumlah donasi yang menjadi pengurang penghasilan kena pajak hanya lima persen, dan hanya berlaku bagi sumbangan wajib keagamaan dan sumbangan untuk isu atau program tertentu

"Ini yang jadi penyebab insentif perpajakan menjadi kurang efektif. Tak banyak donatur atau organisasi sosial yang mengaksesnya karena insentifnya kecil dan terbatas pada bidang atau program tertentu," ucapnya.

Sementara, Peneliti dan pegiat filantropi Hamid Abidin menilai pemerintah harus lebih memperhatikan kebijakan terkait sektor filantropi dan nirlaba.

Menurutnya, regulasi berperan penting meningkatkan peran organisasi sosial dalam membantu pemerintah dalam mengatasi masalah sosial, seperti pada keberadaan Undang-Undang Nomor 9/1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang (PUB) yang menjadi rujukan utama kegiatan filantropi.

Ia menilai regulasi tersebut menghambat organisasi sosial dalam melakukan respon cepat saat terjadi hal yang darurat, karena mekanisme perijinan PUB yang rumit dan memakan waktu lama.

"Kalau mereka ingin dilibatkan dan diminta mendukung, harusnya pemerintah kasih dukungan dalam bentuk regulasi yang memudahkan, insentif pajak, dukungan hibah, peningkatan kapasitas lembaga, sampai mendorong keterlibatan organisasi sosial dalam pengadaan barang dan jasa agar mereka terus berkembang dan berkelanjutan," ucap Hamid Abidin

Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024