Jakarta (ANTARA) - Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah lulusan Universitas Indonesia (UI) dr. Yahya Berkahanto Juwana, Sp. J. P, Subsp. K. I. (K), Ph.D, FIHA menyatakan  terdapat kriteria tertentu pada seseorang penderita penyakit jantung koroner yang memerlukan pemasangan ring (stent) jantung.

"Tidak setiap penyakit jantung koroner perlu pemasangan stent. Pada penderita yang stabil mungkin hanya diberi obat-obatan," kata Yahya dalam diskusi media di Jakarta, Rabu.

Yahya menjelaskan penyakit jantung koroner (PJK) terjadi akibat adanya karena adanya plak Atherosclerotic (Aterosklerosis) yang menumpuk dan tumbuh secara bertahap di dalam dinding arteri sehingga menyebabkan adanya penyempitan pembuluh darah.

Pada kondisi tertentu, plak dapat pecah dan memicu pembentukan gumpalan darah yang menyebabkan penyumbatan pembuluh darah sepenuhnya.

Baca juga: Dokter tekankan gaya hidup sehat cegah penyakit jantung koroner

Baca juga: Pentingnya ukuran ring yang tepat bagi pasien jantung koroner


Menurut dia, hal ini dapat mengganggu aliran darah normal dan meningkatkan risiko timbulnya penyakit kardiovaskular seperti serangan jantung, stroke, atau gangguan sirkulasi lainnya.

Penanganan penyumbatan pembuluh darah dapat melibatkan berbagai metode, tergantung pada tingkat keparahan sumbatan dan letak lokasi sumbatan.

Ia mengatakan, pemasangan stent atau ring jantung masih menjadi solusi efektif untuk mengatasi penyumbatan pembuluh darah.

Namun demikian, tindakan intervensi penyakit jantung koroner melalui perkutan/kateterisasi elektif dengan pemasangan ring hanya dilakukan jika terapi pengobatan dinyatakan tidak membantu.

"Selain terapi pengobatan, untuk menangani penyakit jantung stabil atau kronis juga dapat dilakukan dengan gaya hidup sehat," ujarnya.

Lebih lanjut Yahya menyampaikan gejala dan tanda serangan jantung koroner biasanya nyeri dada seperti ditusuk, terbakar, ditekan, diperas, sesak nafas, nafas berat yang menjalar ke perut, lengan, leher, rahang, dan lainnya, yang timbul saat beristirahat atau saat beraktivitas.

Adapun tingkat gejala serangan jantung bervariasi antara satu pasien dengan pasien lainnya.

Ia menambahkan, Atherosclerotic Cardiovascular Disease (ASCVD) umumnya dialami oleh pria berumur di atas 45 tahun dan wanita berumur di atas 55 tahun, memiliki riwayat penyakit jantung (family history), perokok, mengkonsumsi alkohol, serta memiliki penyakit penyerta berupa diabetes mellitus, tekanan darah tinggi, stroke, gangguan ginjal, kolesterol, gangguan inflamasi, dan pengobatan kanker payudara melalui radiasi yang dapat mempengaruhi pembuluh darah jantung koroner.

Oleh karena itu, apabila terjadi serangan jantung koroner maka diimbau untuk segera ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pengobatan dan prosedur kateterisasi sesegera mungkin.

"Penting untuk melakukan medical checkup (MCU) secara rutin, konsultasi jantung dengan dokter spesialis untuk mendapatkan prosedur diagnostik lebih lanjut, melakukan gaya hidup sehat, serta pengobatan untuk mencegah progresivitas aterosklerosis," katanya.

Baca juga: IVUS bantu penanganan penyakit jantung koroner jadi lebih optimal

Baca juga: Pola hidup tidak sehat memperparah sumbatan penyebab PJK

Baca juga: Jantung koroner penyakit mematikan pertama di dunia

 

Pewarta: Adimas Raditya Fahky P
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024