Kalau saya coba me-refer pada data statistik perkebunan, itu tahun 2019 sudah keluar (data) dari Kementerian Pertanian yang 16,38 juta (hektare). Tapi di data statistik (Ditjen Perkebunan) itu tidak ada pak, tahu-tahu di tahun 2021 sampai 2023 beruba
Jakarta (ANTARA) - Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menyebut, perbedaan data dari masing-masing kementerian/lembaga (K/L) maupun asosiasi menjadi tantangan utama yang dihadapi industri kelapa sawit Indonesia.

Direktur Perencanaan dan Pengelolaan Dana BPDPKS Kabul Wijayanto menilai, belum adanya ‘satu data’ terkait luas lahan perkebunan kelapa sawit, jumlah produksi, sampai dengan jumlah petani kelapa sawit Indonesia turut menghambat pengembangan industri kelapa sawit.

Sebagai salah satu contoh, ia menyoroti perbedaan data antara Buku Statistik Perkebunan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2021-2023, dengan data luas lahan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian 833/KPTS/SR.020/M/12/2019.

“Kalau saya coba me-refer pada data statistik perkebunan, itu tahun 2019 sudah keluar (data) dari Kementerian Pertanian yang 16,38 juta (hektare). Tapi di data statistik (Ditjen Perkebunan) itu tidak ada pak, tahu-tahu di tahun 2021 sampai 2023 berubah menjadi 16,83 juta hektare, dan ditambahkan dengan ada luas yang harus dikonfirmasi, ini PR,” kata Kabul saat menyampaikan sambutan dalam acara Seminar Sawit 2024 dengan tema ‘Menakar Keseimbangan Produksi CPO untuk Kebutuhan Domestik & Ekspor: Urgensi dan Tantangan’ di Jakarta, Rabu.

Baca juga: BNPP: Indonesia dapat lahan 127 ha untuk dikelola jadi kebun sawit

Menurutnya, hal yang sama juga terjadi di tingkat Dinas Perkebunan masing-masing daerah. Pemadanan data masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah agar dapat mengembangkan industri kelapa sawit.

Di samping perlunya pemadanan data, Kabul mengatakan bahwa industri kelapa sawit Indonesia masih mempunyai potensi besar untuk meningkatkan produktivitasnya.

Menurut data statistik dari Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, luas lahan sawit yang dimiliki oleh petani rakyat mencapai 6,04 juta hektare dengan 2,5 juta petani rakyat.

Baca juga: Gapki Sumut tekankan pentingnya harmonisasi regulasi percepat PSR

Pada tahun 2023, tercatat sebanyak 142 ribu petani ikut serta dalam program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), dan jumlah tersebut bertambah menjadi 151 ribu pada Mei 2024.

Hal ini menurut Kabul, menunjukkan adanya peluang yang signifikan untuk peningkatan produktivitas. Dengan memanfaatkan potensi ini, peningkatan produktivitas dari sisi petani masih sangat mungkin dicapai.

“Artinya kalau kita lihat gap ini masih ada peluang banyak kalau kita ingin peningkatan produktivitas dari sisi petani masih ada ruang untuk membuat ini bisa dicapai," ujarnya.

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2024