Warisan dunia tidak ada duplikasi. Namun, berbeda dengan warisan budaya tak benda karena juga ada di UNESCO dan bisa ada di beberapa negara, misalnya wayang, keris, kebaya, golok

Jakarta (ANTARA) - Arkeolog Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Anton Wibisono menegaskan pentingnya merawat dan menjaga warisan dunia agar catatan tentang evolusi dan peradaban tidak lenyap.


Warisan dunia merupakan sebuah tinggalan berupa cagar budaya, fitur alam, atau perpaduan keduanya baik tunggal maupun kelompok yang sangat unik, spesifik, dan tidak ada duanya serta merupakan sumber pengetahuan dalam memahami evolusi bumi dan manusia.

Baca juga: Kemendikbud optimis Jalur Rempah masuk daftar sementara warisan dunia

"Begitu pentingnya tinggalan ini, sehingga warisan dunia menembus bata-batas administrasi dan menjadi krusial bagi umat manusia," ujarnya dalam lokakarya bertajuk Analisis Kebijakan Cagar Budaya yang dipantau di Jakarta, Rabu.

Anton menuturkan warisan dunia tidak ada duplikasi. Namun, berbeda dengan warisan budaya tak benda karena juga ada di UNESCO dan bisa ada di beberapa negara, misalnya wayang, keris, kebaya, golok.

Urusan mengenai Candi Borobudur, Candi Prambanan, atau Situs Manusia Purba Sangiran itu tidak lagi menjadi perhatian Indonesia saja tetapi juga menjadi perhatian warga lain di negara masing-masing.

Dia mencontohkan ada warga Finlandia yang berkunjung ke Candi Borobudur, lalu wisatawan itu mengeluhkan pengelolaan Borobudur, maka keluhan itu sah. Keluhan itu bisa diterima oleh Pusat Warisan Dunia UNESCO.

"Begitu juga ketika kita berkunjung ke Tembok Besar China, lalu kita mengeluhkan kondisi kebersihan di sana, itu bisa disampaikan ke UNESCO," ucapnya.

Indonesia memiliki 10 situs warisan dunia. Jumlah warisan dunia di Indonesia merupakan yang paling banyak diakui UNESCO di Asia Tenggara.

Baca juga: RI minta Malaysia dukung pengajuan Jalur Rempah jadi warisan dunia

Sebanyak 10 warisan dunia tersebut adalah Candi Borobudur, Taman Nasional Komodo, Candi Prambanan, Taman Nasional Ujung Kulon, Situs Manusia Purba Sangiran, Taman Nasional Lorentz, Hutan Hujan Tropis Sumatera, Sistem Subak Bali, Tambang Batu Bara Ombilin, dan Sumbu Filosofi Yogyakarta.

Lebih lanjut Anton menuturkan warisan dunia tidak lagi miliki suatu bangsa. Jumlah warisan dunia yang sangat langka dan sifatnya yang tidak dapat terbarukan, maka melindungi warisan dunia sangat mendesak.

Menurutnya, hilang atau rusaknya warisan dunia merupakan hilangnya sumber pengetahuan bagi manusia.

Setiap negara ingin agar situs yang ada di negaranya dimasukkan atau ditetapkan sebagai warisan dunia agar negara itu memiliki sumbangan dalam historiografi bumi dan peradaban manusia.

Ketika warisan dunia atau cagar budaya rusak, maka sumber pengetahuan mengenai sejarah evolusi bumi dan peradaban manusia juga akan musnah.

"Warisan dunia dapat dimanfaatkan sebagai pencipta inspirasi, sarana kontemplasi, serta sumber ilmu pengetahuan dalam usaha untuk memahami evolusi bumi dan peradaban manusia. Efek dominonya adalah memiliki warisan dunia akan menimbulkan kebanggaan dan kepercayaan diri suatu bangsa," pungkas Anton.

Baca juga: Tiga warisan dokumenter Indonesia masuk Daftar Memori Dunia UNESCO

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2024