Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Daan Dimara, menyatakan bahwa tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan fitnah dan tidak mendasar.
Hal tersebut disampaikan Daan Dimara saat membacakan pledoinya dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Jakarta, Selasa.
Tuntutan JPU, menurut Daan depan majelis hakim yang diketuai oleh Gusrizal, tak berdasarkan fakta dan keterangan para saksi di pengadilan, selain tidak berdasarkan Berita Acara Perkara (BAP) dan pemeriksaan dalam persidangan.
Pada persidangan Selasa lalu (29/8), JPU menuntut, agar majelis menjatuhkan vonis enam tahun enam bulan dan denda Rp300 juta subsidair enam bulan, juga mengganti kerugian negara yang mencapai Rp3,54 miliar ditanggung renteng dengan Untung Sastrawijaya atau dipidana selama-lamanya tiga tahun.
Tuntutan pengembalian uang sebesar yang dikemukakan itu merupakan tindakan perampokan JPU terhadap dirinya, tegas Daan.
Dalam bagian lain pledoinya yang dibacakan sejak pukul 13.00 WIB hingga pukul 14.15 WIB tersebut, Daan menyatakan, harga pengadaan segel sampul surat suara dalam pemilu legislatif telah ditentukan oleh KPU melalui rapat pleno KPU.
"Saat itu PT Royal Standard ditunjuk langsung, karena memang tidak ada perusahaan yang mengajukan penawaran," tambahnya.
Sementara itu, ia pun mengemukakan, tentang dokumen yang ditandatangani seusai pengadaan barang semua sudah disiapkan oleh Sekretaris Panitia, Bakri Asnuri.
"Saya hanya menandatangani konsep surat dinas dan dokumen yang dibuat oleh Bakri Asnuri atas surat dari Wasekjen KPU, Sussongko Suhardjo, yang isinya, agar semua panitia melengkapi dokumen pengadaan barang," ungkapnya.
Mengenai dakwaan terhadap dirinya menerima sejumlah uang dari rekanan, Daan juga menolaknya.
"Uang sebesar 30.000 dolar Amerika Serikat itu merupakan titipan, sehingga tidak saya pergunakan, dan sudah dikembalikan pada negara melalui KPK," jelasnya.
Di bagian lain, Daan juga menyatakan, selain dirinya, anggota KPU lainnya, termasuk Hamid Awaluddin -- kini menjabat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) -- perlu diselidiki, karena juga menjadi panitia pada pengadaan barang dan jasa dalam Pemilu 2004, dan diduga ada penyimpangan.
Di akhir pledoinya, Daan yang sempat menahan isak tangis saat membacakan beberapa bagian dari pledoi, meminta kepada majelis hakim untuk memberikan putusan seadil-adilnya dan membebaskannya dari hukuman.
Sementara itu, penasehat hukum terdakwa, Erick S. Paat dan Pablo Cristalo, dalam pledoinya menyatakan bahwa berdasarkan fakta persidangan sulit dibuktikan terdakwa melakukan tindak korupsi yang dituduhkan.
"Yang ada justru indikasi keterlibatan pihak lain antara lain, Hamid Awaluddin yang oleh lima saksi dinyatakan bahwa anggota KPU yang kini menjabat Menteri Hukum dan HAM itu menentukan harga segel sampul surat suara pada Pilpres I dan II," kata Erick S. Paat.
Daan Dimara didakwa memperkaya rekanan pengadaan segel surat suara pemilu 2004 senilai Rp3,54 miliar.
JPU menilai hal tersebut terjadi, karena terdakwa selaku ketua pengadaan segel surat suara melakukan penunjukan langsung yang tidak sesuai prosedur.
Daan didakwa melanggar hukum sesuai Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 (1) huruf b, ayat (2) dan ayat (3) UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP pada dakwaan pertama primair.
Ia juga didakwa menerima uang 110 ribu dolar AS dari Kepala Biro Keuangan KPU Hamdani Amin, yang berasal dari rekanan KPU, termasuk PT Royal Standard.
Untuk itu, ia didakwa melanggar hukum sesuai Pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006