Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia tidak persoalkan rencana pemerintah Australia untuk mengembangkan teknologi nuklir sepanjang untuk kepentingan damai dan berada di bawah pengawasan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA). Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) Hassan Wirajuda kepada wartawan usai membuka seminar ke empat negara-negara peserta Konvensi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) di Jakarta, Selasa. "Bagi kita dan bagi negara-negara lain di kawasan ini, kepastian dan keterikatan Australia pada Non-Proliferation Treaty (NPT) dan dengan pengawasan ketat IAEA, (rencana -red) itu, tidak menjadi persoalan," katanya. Menurut Menlu, sejauh ini selain komitmen Australia, pengawasan IAEA terhadap upaya-upaya ke arah pembelokan teknologi nuklir dari kepentingan damai ke militer pun sangat ketat. Pada kesempatan itu Menlu mengatakan, keinginan Australia untuk mengembangkan teknologi nuklir lebih atas dasar pertimbangan ekonomi. "Australia adalah negara penghasil uranium, dalam artian bahan mentah uraniun yang besar, dari pada mengekspor bahan mentah, mereka ingin mengekspor dengan nilai tambah yaitu uranium yang sudah diproses. Mereka punya teknologi untuk itu," katanya. Sementara itu pada akhir Mei 2006, Perdana Menteri John Howard mengatakan, akan membuka kemungkinan atas kesempatan untuk mengembangkan tenaga nuklir di Australia. Negeri itu memiliki kekayaan 40 persen kandungan uranium dunia. Howard mengatakan, mengingat naiknya harga minyak dan besarnya kekhawatiran akan masalah lingkungan yang diakibatkan energi tambang minyak yang dilahirkan dari hasil fosil endapan di dalam lapisan bumi dengan sisa pembakarannya mengakibatkan terjadinya perubahan iklim di semua wilayah dunia. Ia telah memprediksi energi nuklir akan membuat perubahan yang signifikan di Australia. Namun, ahli keuangan dan ekonomi Peter Costello mengatakan bahwa energi nuklir akan memakan biaya dua kali lebih besar dari biaya yang digunakan untuk mengadakan sumber energi batu-bara. Ia menekankan, energi nuklir tidaklah ekonomis bagi Australia pada saat ini karena negara itu masih memiliki sumber-sumber energi lainnya yang juga dapat dijadikan pilihan antara lain gas dan batu bara.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006