untuk jenis sapinya yang rata-rata yang dibeli pejabat itu peranakan simental dan limousin yang memang tipe sapi besar

Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi Kerbau Indonesia (PPSKI) Nanang Purus Subendo mengatakan sapi kurban yang paling banyak diminati pejabat berkisar harga Rp25 juta hingga Rp150 juta.

"Laporan dari peternak di beberapa kota, sapi yang diminati oleh pejabat kisaran harga Rp25 juta sampai dengan Rp150 juta," kata Nanang ketika dihubungi di Jakarta, Sabtu.

Nanang menyebutkan jenis sapi yang paling dibeli oleh para pejabat atau para tokoh besar di berbagai kota seperti Jakarta, yakni sapi jumbo seperti limousin, brahman, dan simental.

"Jadi untuk jenis sapinya yang rata-rata yang dibeli pejabat itu peranakan simental dan limousin yang memang tipe sapi besar," ucap Nanang.

Lebih lanjut, Nanang mengatakan bahwa Jakarta merupakan daerah kota terbesar yang tercatat memesan hewan kurban berukuran besar kepada peternak. Namun, dia tidak merinci lebih jelas jumlah sapi yang dipesan.

"Paling banyak ada di Jakarta, tapi di beberapa daerah ada, di kota-kota besar itu selalu ada memang. Seperti di Surabaya, Medan, Pekanbaru, sampai Makassar juga ada. Bahkan Pak Jokowi (Presiden RI) kan juga nyetor sapi kemana-mana," tutur Nanang.

Sementara untuk sapi ras lokal, Nanang mengatakan labih banyak dibeli oleh masyarakat umum, karena lebih terjangkau dari sisi harga dengan kisaran Rp20 juta hingga Rp30 jutaan per ekor.

"Minat terhadap sapi ras lokal kebanyakan itu sapi bali, sapi kupang, sapi madura, harga-harga sekitar nggak jauh dari Rp20 juta, Rp23 juta, itu paling laris. Itu yang paling rame karena sapi itu sejauh sudah memenuhi syarat untuk dipotong, serta dari sisi harga juga terjangkau," ungkapnya.

Nanang menambahkan bahwa semua sapi yang dilalulintaskan telah mengantongi Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) yang diterbitkan oleh dinas terkait setempat.

Selain itu, semua sapi yang dilalulintaskan pula harus sudah melalui vaksin lumpy skin diseases (LSD) mau pun penyakit mulut dan kuku (PMK) untuk memastikan kesehatan dan keamanan hewan kurban.

"Jadi semua sapi yang dilalulintaskan, itu kan harus ada SKKH jalannya. Selain itu, semua sapi yang dilalulintaskan itu harus sudah divaksin. Vaksin LSD (Lumpy Skin Diseases) mau pun PMK (penyakit mulut dan kuku)," kata Nanang.

Di sisi lain, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menganjurkan masyarakat untuk menyembelih hewan kurban di rumah potong hewan (RPH) sebagai antisipasi penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK) serta Lumpy Skin Disease (LSD).

“Oleh karena itu, kita mengimbau masyarakat yang ingin berkurban, silahkan bawa ke rumah potong hewan. Dijamin bagus, bersih karena memang tidak boleh lagi memotong hewan sembarangan,” kata Zulkifli Hasan usai meninjau RPH di Bandung, Jawa Barat, Sabtu.

Mendag mengatakan hewan kurban yang dilakukan pemotongan di RPH akan diperiksa secara ante mortem dan post mortem oleh petugas untuk menjamin kesehatan dari hewan tersebut.

Ante mortem adalah pemeriksaan kesehatan sebelum objek atau hewan kurban mengalami kematian. Sedangkan, post mortem pemeriksaan kesehatan setelah objek disembelih atau dipotong.

“Jadi kalau sudah sampai dagingnya diambil, diperiksa lagi. Dagingnya bagus, sehat, layak atau tidak jadi sangat dijamin,” kata Mendag.

Menurut Zulhas, pemotongan hewan kurban di RPH lebih terkontrol dan higienis dibandingkan dengan melakukannya di lingkungan permukiman.

Selain itu, fasilitas di RPH memungkinkan penanganan limbah yang lebih baik sehingga tidak menimbulkan bau yang mengganggu warga sekitar.


Baca juga: Sapi bali jadi primadona hewan kurban pilihan warga di Jakarta
Baca juga: Presiden beli sapi warga Bandung Rp100 juta untuk kurban di 3 lokasi
Baca juga: KLHK ingatkan penanganan khusus limbah penyembelihan hewan kurban

Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2024