Teori dorongan (nudge) masih sangat relevan sebagai alat untuk perubahan perilaku
Jakarta (ANTARA) - Permasalahan plastik di Indonesia memerlukan pendekatan khusus yaitu 'Nudge' untuk mendorong perubahan perilaku individu tanpa membatasi kebebasan mereka untuk memilih, kata dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UIN Syarif Hidayatullah.
"Teori dorongan (nudge) masih sangat relevan sebagai alat untuk perubahan perilaku. Perlu mengintegrasikan teori dorongan ke dalam inisiatif keberlanjutan untuk mempromosikan pilihan yang bertanggung jawab terhadap lingkungan," kata Zuhairan Yunmi Yunan, Ph.D., Wakil Dekan Bidang Akademik, FEB UIN Syarif Hidayatullah pada diskusi publik di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Jumat.
Dalam Diskusi Publik yang bertajuk “Behavioural Economics: Using “Nudge” for Promoting Pro-environmental Behaviours” itu, ia mengatakan implementasi teori dorongan itu harus melibatkan generasi muda untuk menjadi agen perubahan yang proaktif dalam membangun masa depan yang berkelanjutan.
Menurut dia, pendekatan itu telah diterapkan dengan sukses di berbagai negara untuk mempromosikan kebiasaan yang lebih ramah lingkungan.
Diskusi publik itu bertujuan membahas bagaimana konsep “Nudge” dapat diadaptasi dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari untuk mengurangi konsumsi plastik di masyarakat Indonesia.
Baca juga: Peneliti: Penting kelola sampah plastik hindari dampak ke lingkungan
Baca juga: Solusi peraih Kalpataru 2024 dari Bali yang merevolusi sampah plastik
Baca juga: Peneliti: Penting kelola sampah plastik hindari dampak ke lingkungan
Baca juga: Solusi peraih Kalpataru 2024 dari Bali yang merevolusi sampah plastik
Pembicara lain Direktur Eksekutif Center for Southeast Asian Studies (CSEAS) Indonesia Dr Arisman mengatakan implementasi pendekatan nudge cukup efektif untuk mengurangi jumlah sampah plastik yang ditimbulkan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya penggunaan plastik sekali pakai.
"Tantangan terbesar dari perubahan perilaku adalah resistensi terhadap perubahan dan kurangnya motivasi, yang sering kali disebabkan oleh kenyamanan dengan kebiasaan lama dan lingkungan yang tidak mendukung," katanya pada diskusi yang digelar sebagai bagian dari rangkaian acara Hari Lingkungan Hidup Sedunia.
"Tantangan terbesar dari perubahan perilaku adalah resistensi terhadap perubahan dan kurangnya motivasi, yang sering kali disebabkan oleh kenyamanan dengan kebiasaan lama dan lingkungan yang tidak mendukung," katanya pada diskusi yang digelar sebagai bagian dari rangkaian acara Hari Lingkungan Hidup Sedunia.
Sebelumnya Dra. Jo Kumala Dewi selaku Direktur Kemitraan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada pidato pembuka diskusi mengatakan perilaku yang lebih bertanggung jawab dari setiap individu merupakan salah satu solusi yang diperlukan untuk mencapai konsumsi berkelanjutan, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup setiap orang, baik saat ini maupun di masa depan.
Menurut dia, Indonesia saat ini menghadapi tantangan serius terkait tingkat konsumsi plastik yang sangat tinggi, ditambah dengan masih kurangnya perilaku ramah lingkungan sehingga perlu ada dorongan untuk terjadinya perubahan perilaku yang ramah lingkungan.
Diskusi yang digelar Center for Southeast Asian Studies (CSEAS) itu dihadiri oleh peserta dari generasi muda ini diharapkan dapat menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan.
Baca juga: ADB perkuat program pengurangan sampah plastik laut di Indonesia
Baca juga: Peneliti BRIN soroti perlunya penanganan sampah popok dan pembalut
Baca juga: ADB perkuat program pengurangan sampah plastik laut di Indonesia
Baca juga: Peneliti BRIN soroti perlunya penanganan sampah popok dan pembalut
Pewarta: Budhi Santoso
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024