Makkah (ANTARA) - Kementerian Agama membantah pernyataan Anggota Tim Pengawas Haji 2024, Aguk Irawan, yang menyebarkan informasi di media online soal petugas haji yang memasang tarif kursi roda di Terminal Syib Amir untuk Tawaf dan Sai.
"Tulisan Aguk terkait komersialisasi kursi roda jelas fitnah. Itu tentu mencederai perasaan ribuan petugas haji yang secara tulus melayani jamaah," ujar Juru Bicara Kemenag Anna Hasbie di Makkah, Jumat.
Aguk menulis di media online dengan judul "Ada Kursi Roda Bertarif dari Petugas dan Tagline Ramah Lansia-Disabilitas", terbit 14 Juni 2024. Sehari sebelumnya, tulisan Aguk juga terbit berjudul "Aguk Irawan Kritik Layanan Ramah Lansia dan Disabilitas Haji yang 'Dikomersialkan'."
Dua tulisan itu, oleh Aguk ditulis berdasarkan apa yang dia lihat saat bersama Timwas DPR melakukan sidak ke Terminal Syib Amir, Makkah, 11 Juni 2024.
Aguk menyebut setelah jamaah lansia dan disabilitas turun dari bus (Syib Amir), sudah banyak para petugas berseragam haji berwarna hitam-putih, khas petugas Indonesia, dengan logo Haji Ramah Lansia.
Mereka berkumpul dan bersiap-siap mendorong jamaah. Namun, ternyata mereka memungut bayaran sebesar 300-an riyal hingga 500, tergantung kesepakatan.
Aguk lalu mempertanyakan adanya tarif jasa kursi roda lalu mengalamatkan tuduhan komersialisasi kepada petugas haji Indonesia. Dia menuduh jamaah diperlakukan sebagai konsumen yang harus membayar atas setiap jenis layanan yang didapatkan.
"Sangat disayangkan, fitnah ditebar justru di Tanah Suci, akibat gagal paham memahami persoalan," kata dia.
Anna mengatakan, sebagai penulis, Aguk mestinya tidak mendasarkan tulisannya pada asumsi. Sehingga, substansi tulisannya menjadi salah dan mengarah ke fitnah.
Semestinya, kata dia, Aguk tabayun dengan menanyakan ke petugas yang ditemui, maupun kepada panitia penyelenggara ibadah haji lainnya. Apalagi yang dituduhkan tersebut di Tanah Haram.
"Tuduhan komersialisasi itu ngawur dan cenderung fitnah," kata Anna.
Kemenag memastikan tidak ada komersialisasi layanan kursi roda yang dilakukan oleh petugas. Faktanya, petugas justru memastikan agar jamaah menggunakan jasa layanan kursi roda resmi yang mendapat izin dari Pemerintah Saudi, bukan menerapkan tarif.
"Petugas haji Indonesia justru memberi pelindungan kepada jamaah agar mereka aman dan harga sewa standar," katanya.
Upaya pelindungan ini penting, karena ada kasus di mana jamaah yang menggunakan petugas pendorong tidak resmi, justru harus membayar tarif yang jauh lebih mahal.
Pada saat ada razia pihak keamanan, pendorong tidak resmi lari meninggalkan jamaah tanpa peduli apakah ibadah mereka sudah selesai atau belum. Bahkan, mereka tidak peduli dengan keselamatan jamaah.
"Sebagai bentuk pelindungan, kita fasilitasi jamaah haji Indonesia dengan kartu kendali. Sehingga, petugas resmi Masjidil Haram yang mendorong kursi roda juga bisa diketahui. Proses pembayaran dilakukan oleh jamaah kepada petugas resmi Masjidil Haram, setelah selesai semua rangkaian ibadahnya," kata Anna.
Sementara untuk besaran tarif, prapuncak haji paket Tawaf dan Sai SAR 250, dan pascapuncak haji untuk paket Tawaf dan Sai SAR 500 sampai 600.
"Untuk mekanisme pembayaran dilakukan usai jamaah menyelesaikan ibadahnya," kata Anna.
Di samping itu, Aguk juga luput soal operasional bus shalawat. Aguk menyampaikan tulisan tersebut hasil survei lapangan pada 11 Juni 2024. Padahal, pada tanggal 11, layanan bus shalawat sudah dihentikan sementara untuk membantu angkutan puncak haji.
"Jadi saat Timwas DPR ke Syib Amir, sudah tidak ada bus shalawat. Bus shalawat terakhir beroperasi pada hari itu hanya untuk memfasilitasi umrah wajib kloter terakhir yang baru tiba di Makkah. Dan itu sudah selesai," kata dia.
Baca juga: Jamaah Indonesia mulai tiba di Arafah bergelombang, dicek ketat
Baca juga: Anggota Timwas Haji Usulkan Pembentukan Pansus untuk Atasi Permasalahan Haji
Pewarta: Asep Firmansyah/Sigid Kurniawan
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024