Bandarlampung (ANTARA News) - Ribuan pekerja migran sektor rumah tangga serta warga Hongkong berunjuk rasa ke kantor kepolisian Hongkong di Arsenal Street serta kantor pemerintah setempat, menuntut keadilan bagi Erwiana Sulistyaningsih, tenaga kerja wanita asal Indonesia.
"Kasus Erwiana adalah gambaran tentang penganiayaan. Apa yang terjadi antara Erwiana dan majikannya adalah gambaran tentang sebuah perbudakan," kata Sringatin, juru bicara Komite Keadilan bagi Erwiana dan semua pekerja migran di Hongkong melalui pernyataan tertulis yang diterima ANTARA di Bandarlampung, Rabu.
Menurut dia, kaum pekerja memiliki hak dan martabat kemanusiaan yang patut dihormati oleh para majikan dan segenap warga Hongkong.
Komite yang dipimpin oleh Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) dan Badan Koordinasi Pekerja Migran Asia-Aliansi Pekerja Migran Internasinal (AMCB-IMA) beserta sejumlah aktivis dari lembaga nonpemerintahan dan aktivis di Hongkong bersama-sama menjalankan aksi keprihatinan yang ditujukan untuk memberikan tanggapan atas penganiayaan yang dialami oleh Erwiana.
Aksi mereka sekaligus menuntut pengkajian ulang dan pembenahan terhadap kebijakan yang tidak berpihak pada hak-hak pekerja bagi pekerja rumah tangga (PRT) migran.
"Komunitas Internasional dan warga Hongkong tampak sangat tergugah dengan kasus Erwiana yang diekspose ke publik hanya beberapa bulan, setelah kasus penganiayaan oleh majikan yang dialami Kartika. Kedua kasus dialami TKW Indonesia ini juga mendapat perhatian sejumlah media massa, untuk menunjukkan bahwa kasus-kasus penganiayaan terhadap PRT sangat tinggi dan memprihatinkan di Hongkong," kata Sringatin lagi.
Sekitar 6.000 orang yang melakukan aksi demo berjalan dari Southorn Playground Wanchai, menuju kantor pusat kepolisian Hongkong di Arsenal Street, dan menyerukan agar kepolisian Hongkong mempercepat proses penyelidikan atas kasus Erwiana dan mengkaji ulang cara kerja polisi dalam menanggapi keluhan dari pekerja migrant PRT tersebut.
Komite keadilan untuk Erwiana juga mendesak pihak kepolisian Hongkong untuk memastikan proses penyelidikan atas kasus Erwiana telah berjalan, dan dengan secepatnya memproses kasus penganiayaan yang dilakukan majikan Erwiana agar tidak memiliki kesempatan untuk meninggalkan Hongkong.
Mereka juga menuntut pengamanan semua bukti-bukti yang diperlukan untuk memperkuat kasus Erwiana termasuk bukti berupa rekaman dari CCTV, serta menginformasikan kepada seluruh komunitas/publik tentang perkembangan hasil penyelidikan atas kasus Erwiana.
Selama kurang lebih setengah jam, massa yang terdiri dari buruh migran Indonesia, Filipina, serta warga lokal menggelar orasi di depan kantor pusat kepolisian Hongkong yang berada di Arsenal Street, kemudian melanjutkan rally melewati Justice Drive, Queensway Rodney Street dan Tim Mei Avenue menuju kantor pusat pemerintahan Hongkong.
Selagi berada di kantor pusat pemerintahan Hongkong, surat keprihatinan dari gabungan organisasi pekerja migran dan organisasi lainnya berisi seruan bagi pemerintah Hongkong untuk bertanggungjawab atas penganiayaan terhadap Erwiana, juga diserahkan kepada pihak pemerintah Hongkong.
Sringatin menjelaskan, kebijakan yang rentan terjadi penganiayaan terhadap pekerja migran ini termasuk di dalamnya peraturan wajib tinggal bersama majikan, peraturan dua minggu, peraturan tentang sistem perekrutan oleh pihak agen yang tidak adil, dan praktik diskriminasi secara sosial terhadap buruh migran.
Aksi di depan kantor pemerintahan Hongkong ini berlangsung selama kurang lebih satu jam mereka berorasi.
Selain Sringatin selaku juru bicara Komite Keadilan untuk Erwiana, pesan solidaritas juga disampaikan oleh Mabel dari Amnesti Internasional, Cyd Ho dari Labour Party, Cheng Ching Fat dari The Hongkong Confederation on Trade Union ( HKCTU), dan Eni Lestari dari Asian Migrant Coordinating Body ( AMCB).
Menurut Sringatin, aksi keprihatinan ini adalah langkah awal dari sejumlah aksi utama yang akan dijalankan oleh komite dalam untuk mengusahakan keadilan bagi Erwiana, dan reformasi kebijakan bagi para buruh migran.
Seruan keprihatinan ini akan disebarluaskan kepada seluruh komunitas untuk mendapat dukungan lebih luas dan menginformasikan kepada publik tentang kondisi permasalahan yang dihadapi para buruh migran.
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014