Beirut (ANTARA News) - Mantan Perdana Menteri Saad Hariri menyatakan kelompoknya siap membentuk pemerintahan dengan Hizbullah untuk menyelesaikan Lebanon dari kebuntuan politik berbulan-bulan meskipun mereka mendukung pihak berlawanan dalam kemelut Suriah.
Pergeseran Hariri, pemimpin yang disebut gabungan 14 Maret, itu muncul kendati terjadi serangan bom mobil di Beirut pada bulan lalu, yang menewaskan penasihat Hariri, Mohammad Chatah, dan kelompoknya menuding gerakan Syiah Hizbullah dukungan Suriah sebagai pelakunya, lapor AFP.
Hariri, dalam wawancara dengan Future TV-nya, yang disiarkan pada Senin malam, juga menekankan bahwa menteri Hizbullah dalam pemerintah masa depan pimpinannya tidak boleh memiliki hak tolak.
Selama sembilan bulan, sejak undur diri perdana menteri Najib Mikati, Lebanon mengalami kelumpuhan politik, dengan 14 Maret dan Hizbullah dan sekutunya dapat menyepakati pemerintahan baru.
Chatah adalah korban terkini serangkaian pembunuhan di Lebanon atas politisi benci Damaskus, yang dimulai pada 2005, dengan pembunuhan atas ayah Saad Hariri, Rafiq Hariri, mantan perdana menteri.
"Kami menjadi sasaran pembunuhan selama sembilan tahun dan kami menunggu dan menunggu. Tapi, apakah kita menunggu negara ini terbakar?" kata Hariri kepada Future TV.
"Saya membuat keputusan ini demi kepentingan Lebanon, bukan saya," tambah Hariri.
Tapi, dikatakannya, "Saya tidak akan menerima pemegang hak tolak ketiga di kabinet mendatang."
Hariri juga menekankan tidak akan membiarkan pemerintah masa depan menutupi peran Hizbullah dalam perang di negara tetangga, Suriah, dan bahwa ia bersikeras Lebanon tetap netral.
"Ya, saya bersama revolusi Suriah, tapi perbedaan saya dengan orang lain adalah bahwa saya ikut secara politik. Saya tidak mengirim ribuan tentara," kata Hariri.
Ia merujuk kepada ribuan pejuang kiriman Hizbullah ke Suriah untuk berperang bersama pasukan pemerintah melawan pasukan pemberontak, yang sebagian besar Sunni.
Hariri, yang diasingkan di Prancis sejak 2011, mengatakan akan kembali ke Lebanon untuk pemilihan anggota parlemen, yang dijadwalkan berlangsung November.
Suriah menguasai Lebanon secara politik dan militer selama 30 tahun hingga 2005, saat ancaman antarbangsa atas pembunuhan Rafiq Hariri memaksa Damaskus ke menarik pasukannya.
Pernyataan pemimpin kelompok Future muncul sesudah pembukaan pada pekan lalu di Den Haag atas pengadilan tanpa kehadiran terdakwa terhadap empat anggota Hizbullah atas pembunuhan Rafiq Hariri.
Presiden Suriah Bashar al-Assad pada akhir pekan lalu dalam wawancara dengan AFP menyebut pengadilan itu alat untuk menekan sekutu Hizbullah-nya.
Hariri mengecam pernyataan itu, dengan mengatakan, "Oh, jadi Bashar seterbuka mereka? Dia membunuh 200.000 orang dan memerintahkan pembunuhan Rafiq Hariri."
Ia berharap pengadilan bermarkas di Den Haag itu mendakwa kepala negara Suriah tersebut atas pembunuhan ayahnya.
Penerjemah: Boyke Soekapdjo
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014