Kuala Lumpur (ANTARA) - Uni Eropa (EU), Organisasi Buruh Internasional (ILO) dan Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) melakukan inisiatif bersama bertujuan meningkatkan akses kesempatan pendidikan bagi anak yang bekerja dan hidup di perkebunan kepala sawit Sabah, Malaysia.
Perwakilan UNICEF di Malaysia Robert Gass dalam pernyataan terbaru di situs ILO diakses di Kuala Lumpur, Jumat, mengatakan setiap anak, apa pun status legal mereka, memiliki hak atas masa kanak-kanak dan hak-hak yang lengkap yang dijamin dalam Konvensi Hak Anak.
“Kami percaya bahwa perubahan untuk anak bekerja di dan sekitar perkebunan jika semua sektor - publik dan swasta - bekerja sama untuk mencegah dan menyelesaikan akar masalah yang menyebabkan pekerja anak, dan mendorong pemulihan ketika itu terjadi. Kemitraan dengan pemangku kepentingan di lapangan, seperti yang kami bangun hari ini sangat mendesak untuk anak-anak di Sabah,” ujar Gass.
Pernyataan itu menyebutkan anak-anak bekerja pada perkebunan karena keluarga mereka berjuang secara finansial karena upah rendah dan tekanan untuk meningkatkan produksi buah kelapa sawit.
Keterbatasan akses pada sekolah formal dan pada perlindungan anak serta layanan pengasuhan anak pada perkebunan kelapa sawit memperburuk situasi, lanjut pernyataan tersebut.
Pada kesempatan Hari Dunia Melawan Pekerja Anak, UE, ILO dan UNICEF meluncurkan program 18 bulan yang bertujuan mempromosikan inklusif sosial-ekonomi dan perlindungan hak-hak anak di perkebunan kelapa sawit Tawau.
Inisiatif tersebut bertujuan untuk memberikan anak-anak tersebut akses yang lebih baik untuk pendidikan dan pelatihan, membantu untuk mengatasi akar permasalahan pekerja anak di regional tersebut.
Pekerja anak di perkebunan kelapa sawit di Sabah tersebar luas. Banyak anak bekerja untuk mendampingi orang tua mereka, membahayakan keselamatan fisik, kesehatan, pendidikan dan perkembangan mereka.
Survei ketenagakerjaan di perkebunan 2018 oleh Pemerintah Malaysia diperkirakan 33.600 anak-anak usia 5-17 tahun bekerja di industri kelapa sawit, dengan Sabah menyumbang 58,8 persen (sekitar 19.800 anak) dari total keseluruhan.
Anak-anak pekerja perkebunan kelapa sawit menghadapi sejumlah hambatan untuk mengakses dalam mengakses peluang kerja alternatif. Itu termasuk kurangnya dokumentasi, diskriminasi, isolasi dan akses terbatas pada pendidikan.
Dalam konteks itu, sangat umum anak muda usia 16 tahun dan di atasnya dari komunitas perkebunan terlibat sebagai pekerja di perkebunan tersebut.
Tanpa pelatihan dan peningkatan keahlian, pekerja muda cenderung tetap berada di sektor berisiko tinggi dan bergaji rendah, membuat sulit untuk keluar dari lingkaran lingkungan kemiskinan.
Wakil Direktur Regional ILO untuk Asia dan Pasifik Panudda Boonpala mengatakan organisasinya menghargai kolaborasi dengan Pemerintah Malaysia dan pemangku kepentingan kunci termasuk majikan dalam membuat upaya kolektif untuk mengatasi tantangan pekerja anak.
Oleh karena itu, ia mengatakan, mereka menyambut inisiatif baru tersebut dan upaya bersama berkelanjutan untuk mencegah dan menghilangkan pekerja anak.
Inisiatif yang akan berjalan hingga Juni 2025 tersebut akan menjangkau anak-anak, anak muda dan juga keluarga mereka, baik yang berdokumen maupun tidak memiliki dokumen, hidup dan bekerja di dan sekitar perkebunan kelapa sawit di Tawau, Sabah.
Tujuannya antara lain untuk meningkatkan koleksi data dari anak-anak pekerja di dan sekitar perkebunan kelapa sawit, serta meningkatkan kesadaran terhadap isu hak anak yang menjadi akar penyebab pekerja anak di antara pemangku kepentingan kunci.
Selain itu, membentuk pengertian dan mempercepat solusi untuk mengatasi isu hak anak yang menjadi akar masalah pekerja anak, membuat model pendidikan dan pelatihan yang dapat ditiru, dan memformulasi sebuah peta jalan bersama antara pemerintah Malaysia dan PBB menuju pemberantasan pekerja anak dan isu-isu terkait hak anak di Sabah.
Baca juga: ULM kirim mahasiswa mengajar anakTKI di daerah terpencil Malaysia
Baca juga: KJRI Johor Bahru, Muhammadiyah Jatim kerja sama beri beasiswa anak PMI
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2024