Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN Sonny Aribowo mengatakan kedua sesar itu sebuah sistem sesar yang kompleks dan besar yang disebut Java Back-arc Thrust.
“Di Jawa Barat, sesar itu melewati Cirebon, Indramayu, Majalengka, Subang, Purwakarta, Karawang, dan Bekasi. Ada indikasi melalui daerah selatan Jakarta (perbatasan dengan Depok) dan di daerah Bogor,” ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Kamis.
Sejak 2019, ia pernah meneliti di Majalengka, Purwakarta, Karawang, Depok, dan Bogor dengan pendanaan dari LPDP (proyek doktoral di Universitas Grenoble Alpes), Rumah Program Kebencanaan, dan Pusat Studi Gempa Nasional (PuSGeN).
Ia menyatakan ikut membantu menjadi narasumber di daerah Subang.
Baca juga: BRIN teliti jejak patahan Baribis-Kendeng yang mengarah Jakarta
Penelitian sesar besar Baribis dan Kendeng itu untuk mengetahui lokasi jalur sesar aktif --pernah bergerak setidaknya sejak 11 ribu tahun lalu-- yang melalui kota-kota padat penduduk agar meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya gempa.
"Ketika kita mengetahui ada indikasi aktif dari data geodesi dan seismisitas, perlu dikonfirmasi secara geologi apakah benar aktif atau tidak,” kata Sonny.
Dia mengungkapkan pada artikel berjudul Active Back-arc Thrust in North West Java, Indonesia yang terbit di jurnal Tectonics pada 2022, Java Back-arc Thrust aktif di segmen Tampomas, sejak 50 ribu tahun lalu sampai dengan saat ini.
Jejak morfologi (dari data Digital Elevation Model/DEM, sebagai indikasi awal sesar aktif) Java Back-arc Thrust menerus ke arah barat melewati Subang hingga selatan Jakarta dan Bogor.
Menurut dia, pengetahuan terkait dengan lokasi sesar diperlukan oleh para ilmuwan, sedangkan deformasi yang terjadi di batuan juga perlu dilihat untuk melihat geometri sesar tersebut.
"Melalui berbagai metode penelitian yang dilakukan untuk mengetahui sumber gempa bumi dengan baik, maka informasi tersebut dapat digunakan oleh pemangku kepentingan dan masyarakat untuk melakukan langkah mitigasi," ucapnya.
Hasil penelitian nantinya bisa berupa artikel ilmiah yang kemudian dapat diterjemahkan ke dalam bahasa sederhana oleh orang-orang dengan spesialisasi mitigasi dan media agar masyarakat dapat memahami sumber bahaya gempa bumi.
"Jika suatu saat terjadi gempa, masyarakat lebih siap. Lebih jauh lagi, jika terjadi gempa dengan magnitudo yang signifikan, tetapi bangunan-bangunan di Indonesia tetap berdiri kokoh, maka riset dan pemanfaatannya dapat dilakukan dengan baik,” katanya.
Baca juga: Gempa di Kuningan-Jabar diduga akibat sesar Baribis Segmen Ciremai
Baca juga: BRIN lanjutkan riset untuk petakan sesar Baribis di Jakarta
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024