apabila gula rafinasi masuk pasaran umum (merembes) jadi kalau Kemendag dan Kemenperin hanya memberikan sanksi administrasi itu perlu dipertanyakan, apalagi perembesan ini sudah tiga tahun berturut-turut....bukan insidentil namanya tapi penjualan ter

Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Pengusaha Gula Terigu Indonesia (APEGTI) meminta kepada Kementerian Perdagangan agar serius memberikan sanksi kepada perusahaan industri rafinasi yang terbukti melakukan perembesan gula rafinasi.

Dari siaran pers yang diterima Antara di Jakarta, Senin, menyebutkan atas permasalahan ini, pengusaha kecil sebagai penyalur diduga dinilai menjadi kambing hitam, sedangkan produsen gula rafinasi sanksinya sangat lunak.

Ketua APEGTI Natsir Mansyur mengatakan gula rafinasi ini diperuntukan bagi kebutuhan industri makanan minuman, bukan untuk konsumsi karena sebelum dikonsumsi masih ada proses industri dari gula mentah menjadi gula rafinasi, lalu ke industri minuman makanan, kemudian diolah menjadi bahan makanan minuman.

"Jadi gula rafinasi tidak boleh dikomsumsi langsung. Perundang-undangan, Inpres, serta Keputusan Menperindag 527 sudah jelas sanksi hukum pidana ekonomi apabila gula rafinasi masuk pasaran umum (merembes) jadi kalau Kemendag dan Kemenperin hanya memberikan sanksi administrasi itu perlu dipertanyakan, apalagi perembesan ini sudah tiga tahun berturut-turut. Jika terus begini bukan insidentil namanya tapi penjualan terencana," papar Natsir.

Menurut dia, perembesan gula rafinasi sudah sistemik mempengaruhi industri gula kristal putih (GKP) untuk konsumsi sehingga berdampak negatif terhadap para petani tebu.

"Pabrik gula kristal putih konsumsi tutup, minat pengusaha bangun pabrik gula konsumsi tidak ada, swasembada gula tidak tercapai. Pengusaha gula konsumsi anggota Apegti tutup usaha, karena tidak mampu bersaing dengan gula rafinasi yang lebih murah. Penyelundupan gula konsumsi di perbatasan pun tetap terjadi," ungkap Natsir.

Berdasarkan laporan anggota APEGTI, jumlah gula rafinasi yang merembes mencapai 850 ribu ton pada 2013 dan 650 ribu ton pada 2012. Sementara menurut Kemendag temuan perembesan gula rafinasi itu sudah terjadi penurunan.

"Bagi APEGTI perembesan gula rafinasi turun atau naik ini adalah menyalahi aturan yang ada. Pencabutan izin dan sanksi pidana ekonomi jelas, supaya ada efek jera," kata Natsir.

Perembesan yang terjadi, tambah dia, dapat merontokkan industri gula kristal putih untuk konsumsi. Pihaknya berharap agar Dewan Gula Indonesia lebih aktif merespon perembesan ini. "Kalo tidak peka sebaiknya DGI dibubarkan saja," katanya. (A064)

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014