Jakarta (ANTARA) - Perusahaan tambang nikel PT Trimegah Bangun Persada Tbk atau Harita Nickel, menginisiasi pemanfaatan sisa hasil pengolahan atau slag nikel dari smelter feronikel di Pulau Obi, Maluku Utara sebagai bahan konstruksi dan penyubur tanah bagi reklamasi lahan tambang.

"Inisiasi pemanfaatan slag nikel sebagai pembenah tanah itu memang masih dalam tahap uji coba skala laboratorium. Namun dari hasil uji coba yang dilakukan, ia optimistis dapat memperbesar skala pemanfaatan slag nikel tersebut," kata Green Mining Manager Harita Nickel, Retno Dewi Handayani saat diskusi DETalk dengan tema "Peran Perusahaan Ekstraktif dalam Memelihara Keseimbangan Lingkungan" yang digelar Dunia Energi secara daring di Jakarta, Selasa.

Retno menjelaskan slag nikel yang diuji Harita ternyata juga mengandung unsur hara yang baik untuk tanah.

"Slag nikel ternyata mengandung Si dan Mg yang cukup besar menjadi potensi hara bagi tanaman. Dan juga secara fisik slag nikel ini 99 persen itu berbentuk pasir yang mana tentunya akan membantu kondisi tanah nikel yang padat setelah diberi slag nikel menjadi gembur dan menyerap air," jelas Retno.

Baca juga: Harita Nickel cetak laba bersih Rp1 triliun di kuartal I- 2024

Penelitian dilakukan di rumah kaca laboratorium silvikultur Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB. Uji coba menggunakan media tanam yang didatangkan dari areal pertambangan yang terdiri dari overburden, slag nikel, top soil, dan slag nikel dengan 6 perlakuan komposisi media tanam untuk masing-masing jenis cover crop dan pohon.

Jenis cover crop (tanaman pelindung) yang digunakan adalah kacang centro, rumput bede, dan sereh wangi sedangkan jenis pohon adalah sengon, kayu putih, jabon merah dan pala. Jenis-jenis tersebut umumnya yang ditanam pada areal reklamasi.

"Untuk target yang ingin dicapai jangka pendek adalah kami sedang merencanakan uji coba skala lapangan. Untuk target jangka panjangnya ialah bila memang hasil dari uji coba ini bisa diaplikasikan tentunya kami berharap dapat menjadi bahan untuk penimbunan lahan bekas tambang yang merupakan bagian tahapan penataan lahan," kata Retno menjelaskan.

Reklamasi area bekas tambang yang dilakukan Harita Nickel telah mencapai ±200 hektar (ha). Selain itu, Harita dalam melakukan kegiatan pengelolaan lingkungan tidak hanya melakukan pengelolaan reklamasi saja, tapi juga melakukan pengelolaan dan pemantauan yang memang menjadi kewajiban perusahaan sesuai dokumen RKL dan RPL dari Amdal, baik pengelolaan pemantauan terhadap air, udara, tanah termasuk pemantauan ekologi perairan. Kemudian tidak hanya melakukan pemantauan flora dan fauna darat, tapi juga ekologi perairan.

Baca juga: Harita Nickel segera bangun PLTS 300 MWp kurangi penggunaan batu bara

"Tentunya kami dalam melakukan kegiatan reklamasi mengacu pada rencana reklamasi yang telah mendapatkan persetujuan dari pemerintah dan sudah kami tempatkan jaminan reklamasi. Dalam rangka pencairan jaminan reklamasi akan dilakukan kegiatan evaluasi lapangan. Jadi kami berupaya untuk menjadi perusahaan yang patuh terkait peraturan dan kewajiban yang menjadi dasar dalam operasi perusahaan dalam dokumen Amdal," ujar Retno.

Pembicara lainnya Ali Ahmudi Achyak, Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS), menyatakan program reklamasi dan pengelolaan limbah pengolahan nikel sudah sewajarnya dilakukan perusahaan tambang yang telah mengambil sumber daya alam.

Ia menilai inisiatif pemanfaatan limbah produksi nikel bisa jadi terobosan penting untuk mempercepat penanganan limbah yang dihasilkan dari kegiatan tambang.

"Saya mendengar tadi di Harita setelah direklamasi binatangnya ada lagi, itu artinya mereka merasa nyaman, memang tidak mungkin sempurna tapi minimal mendekati. Seringkali kita temukan bekas lahan tambang yang sudah jadi danau. Tapi harus kita akui, di Indonesia ada juga perusahaan seperti Harita namun ada juga pemain yang tidak fair, cenderung ambil keuntungan lebih besar tapi tinggalkan masalah ke anak cucu kita," jelas Ali.

Dia mengingatkan untuk meningkatkan kolaborasi dalam memelihara keseimbangan lingkungan di lahan-lahan sekitar area operasi.

Pewarta: Faisal Yunianto
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2024