Beijing (ANTARA) - Sejumlah perwakilan anak Indonesia memperkenalkan batik sebagai salah satu budaya Nusantara kepada anak-anak lain dari 10 negara anggota ASEAN dan juga China di kantor "ASEAN-China Center" dalam rangka peringatan Hari Anak Internasional.
"Batik adalah teknik yang telah dipraktikkan selama berabad-abad di Indonesia, khususnya di pulau Jawa. Teknik ini melibatkan seniman menggambar dengan menggunakan lilin dari alat khusus yang disebut 'canting' atau dengan stempel tembaga yang disebut 'cap'," kata Danishtama Savaraz Mustafa (12 tahun) dengan bahasa Inggris yang lancar di hadapan sekitar 60 anak-anak di "ASEAN-China Center" Beijing, Senin.
Danish menyampaikan penjelasan mengenai batik bersama dengan lima orang rekan sebayanya yang juga asal Indonesia yaitu Benaya Oloan Bungaran Silalahi (10), Raffaza Alfareezqy Mustafa (11), Tubagus Muhammad Raihan Khalifa (12), Tubagus Arkan Syafi Rafardhan (9) dan Rayyan Ahmad Tjahjono (13).
Paparan tersebut disampaikan Danish dalam acara perayaan Hari Anak Internasional yang diselenggarakan ASEAN-China Center (ACC) dengan tema "Bergandengan Tangan Demi Masa Depan" yang mengundang anak-anak dari perwakilan negara-negara ASEAN dan China untuk menampilkan budayanya masing-masing.
"Batik telah menjadi tradisi berharga yang telah diwariskan selama berabad-abad. Batik juga sudah diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Lisan dan Non-benda asal Indonesia. Penghargaan bergengsi ini mengakui batik di seluruh dunia sebagai wajah ekspresi seni Indonesia," tambah Danish.
Saat menjelaskan soal batik, di layar tampil presentasi yang dibuat oleh adiknya Raffaza Alfareezqy Mustafa.
"Saya menyusun teksnya sendiri selama tiga jam, dari hasil riset di internet," ungkap Danish yang merupakan anak salah seorang diplomat Indonesia itu, seusai acara kepada ANTARA.
Sedangkan Sekretaris Jenderal Shi Zhongjun mengungkapkan pada 2024 adalah tahun "people-to-people" (pertukaran masyarakat) di ASEAN sehingga acara tersebut menjadi wujud nyata pertukaran budaya antarmasyarakat.
"Kami ingin melalui acara ini anak-anak dapat saling mengenal budaya satu sama lain, bisa berteman, bisa berkenalan sehingga dengan cara ini dapat menjaga persahabatan antara China dan ASEAN," kata Shi Zhongjun yang ditemui ANTARA seusai acara.
Acara juga diisi dengan pertunjukan yang dibawakan oleh anak-anak seperti Opera Peking Hong Niang: selembar surat, praktik bela diri kung fu, pertunjukan wayang dongeng China klasik berjudul "Chang'e terbang ke bulan", duet lagu "Rasa Sayange" versi Malaysia, hingga paduan suara lagu rakyat China klasik berjudul "Jasmine".
"Pertunjukan oleh anak-anak tadi sangat menyegarkan. Mereka menunjukkan ragam budaya dari sisi ASEAN dan China, ini adalah demonstrasi nyata dari pertukaran budaya negara-negara ASEAN dan China dan harapannya melalui pertunjukan tadi anak-anak dapat belajar lebih banyak tentang budaya satu sama lain dan memahami satu sama lain," tambah Shi Zhongjun.
Pada sore harinya, anak-anak dibawa ke "The Palace Museum" alias kompleks Kota Terlarang (Forbidden City) di pusat kota Beijing.
Di lokasi seluas 720 ribu meter persegi warisan dari Dinasti Ming dan Qing itu, anak-anak dibagi dalam beberapa kelompok untuk memainkan sejumlah kuis mengenai sejarah Kota Terlarang.
"Acara ini membuat saya merasakan keunikan budaya China dan negara-negara ASEAN dan juga membuat saya mendapat banyak teman baru," kata Melaya Aung, dari Myanmar.
Diharapkan dengan mendatangi The Palace Museum, anak-anak memperoleh pengalaman mendatangi lokasi budaya, mendalami struktur dan arsitektur China kuno dan merasakan kearifan dan keindahan arsitektur China tradisional.
Baca juga: Dosen UB ciptakan AI generatif untuk desain batik
Baca juga: Arsip Chengdu China tunjukkan peran penting kedai teh tua di kota itu
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Copyright © ANTARA 2024