Sumedang, Jawa Barat (ANTARA) - Kepala Puskesmas Kecamatan Paseh Rini Raniati SP.MKM menyatakan bahwa edukasi dan keterlibatan anggota keluarga serta padatnya waktu bekerja menjadi kendala para ibu memberikan ASI eksklusif pada anak di Kecamatan Paseh, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.

“Kalau dulu memang banyak ibu yang memberikan madu (sebagai pengganti ASI), tapi di Paseh itu sudah tidak ada. Jadi lebih ke tingkat pengetahuan keluarga dan kesadaran ibu ingin memberikan ASI,” kata Rini di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Senin.

Rini membeberkan berdasarkan data yang dihimpun oleh Puskesmas, angka pemberian ASI eksklusif pada bayi memang terpantau mengalami kenaikan. Dari yang semula pada tahun 2022 hanya 60,6 persen, kini menjadi 77,5 persen. Capaian ini masih bakal dipantau seiring berjalannya hari.

Baca juga: Di DPR, Menkes akui jumlah konselor ASI Ekslusif belum ideal

Walaupun demikian, capaian tersebut masih lebih rendah dari yang diharapkan karena ternyata dalam penerapannya, tingkat pengetahuan keluarga di wilayah tersebut masih perlu diperbaiki.

Ia mencontohkan para ibu muda sebenarnya sudah diberikan edukasi terkait pentingnya pemberian ASI eksklusif selama 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) setiap melakukan kontrol di Puskesmas.

Namun sesampainya di rumah, edukasi tersebut sulit diimplementasikan karena adanya keterlibatan anggota lain. Misalnya, ketika bayi menangis, pihak kakek atau neneknya justru memberikan makanan lain yang rasanya cenderung manis di dalam botol.

Baca juga: KOPMAS ungkap masih banyak ibu keliru beri susu pengganti ASI

“Makanya saya selalu bilang pada ibu-ibu bidan, tolong kalau lagi kelas, itu yang dilibatkan jangan hanya ibu hamilnya saja, tapi juga tingkatkan pengetahuan orang tuanya juga,” kata Rini.

Hal selanjutnya yang masih menjadi kendala yakni kesadaran ibu untuk memberikan ASI. Rini menjelaskan tingkat pengetahuan ibu di Paseh bila dilihat dari segi pendidikan masih tergolong rendah karena rata-rata merupakan lulusan SMP dan SMA.

Alhasil, para ibu yang bekerja ketika waktu cuti melahirkan selama tiga bulan usai, banyak yang tidak melanjutkan semangatnya menyusui seperti sebelumnya.

Baca juga: BKKBN: Bayi rentan stunting saat perpindahan ASI eksklusif ke MPASI

“Karena banyak yang bekerja, bagi diberikan cuti tiga bulan, tiga bulan setelahnya (karena harus bekerja lagi) ASI ini banyak yang tidak berhasil,” katanya.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang Drg. Hana Zaitunah Fuadi menambahkan agar pemberian ASI eksklusif dapat dimasifkan, jajarannya menggencarkan sosialisasi dan mewajibkan setiap perkantoran baik pemerintah maupun swasta menyediakan pojok menyusui bagi ibu pekerja.

“Dalam rangka supaya ibu-ibu yang bekerja bisa nyaman memberikan ASI, ini kaitannya juga dengan kesehatan kerja perempuan ya, jadi kami sudah melakukan sosialisasi bahkan mewajibkan setiap perkantoran harus ada pojok menyusui dan alhamdulillah bahkan di swasta itu sudah ada,” ucap dia.

Baca juga: Kepala BKKBN: ASI eksklusif adalah KB alami untuk cegah stunting

Kemudian meski di daerah lain ditemukan sejumlah kasus seperti mengganti ASI dengan air gula, namun di wilayahnya ia membenarkan masalah pemberian ASI eksklusif lebih mengarah pada edukasi keluarga.

Maka dari itu, dinas terus mengedukasi keluarga lewat berbagai media KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) seperti ular tangga dari program Better Investment for Stunting (BISA) yang digagas oleh Organisasi berbasis gizi, Nutrition International (NI) bersama Save the Children.

“Kalau tadi seperti di Medan masih ada yang kasih air gula, di Sumedang tidak ada. Jadi lebih banyak ke pengetahuan dan kesadaran diri saja,” kata Hana.

Baca juga: Anggota DPR ajak cegah stunting dengan memberi bayi ASI eksklusif

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2024