Poso (ANTARA News) - Sekitar 5.000 warga asal kecamatan Poso Kota dan Poso Pesisir, Senin, menggelar aksi unjuk rasa di kota Poso, Sulawesi Tengah, mendesak percepatan pelaksanaan eksekusi mati terhadap Fabianus Tibo, Dominggus da Silva, dan Marinus Riwu--ketiganya terpidana kasus kerusuhan Poso pertengahan tahun 2000. Para demonstran dalam jumlah besar serta didominasi kaum wanita itu memusatkan aksinya di Kantor Bupati Poso, Gedung DPRD Poso, dan Kantor Kejaksaan Negeri setempat. Sebelumnya yakni sejak pukul 08:00 Wita massa mulai berkumpul di halaman Masjid Raya Jln Pulau Timor. Sekitar 1,5 jam kemudian mereka bergerak menuju Kantor Bupati Poso di jalan yang sama dan berjarak sekitar 500 dengan melakukan long march. Dalam aksi ini massa mengusung sejumlah spanduk dan pamflet bertuliskan, antara lain "Segera Eksekusi Pembantai Umat Islam Poso, Tibo Cs" dan "Bila Tibo Cs Tidak Dieksekusi, Kami Memilih Sabilillah". Para demonstran yang dimobilisir oleh 16 ormas dan orsospol berbasis Islam itu kemudian berkumpul di Lapangan Sintuwu Maroso--berada di depan Kantor Bupati dan DPRD Poso untuk menggelar mimbar bebas. Ketua Forum Silatuhrrahim dan Perjuangan Ummat Islam Poso KH Adnan Arsal dan Ketua Front Pembela Islam Poso Gani Israil yang ikut dalam aksi tersebut sempat berorasi di tengah massa saat berkumpul di lapangan Sintuwu Maroso. Setelah melakukan aksinya sekitar setengah jam di halaman terbuka, Wakil Bupati Poso Abdul Muthalib Rimi SH MH berkenan menerima perwakilan pengunjuk rasa, di antaranya KH Adnan Arsal, Gani Israil, Daeng Raja, dan Zainuddin Zaenong. Pada kesempatan itu, perwakilan pengunjuk rasa membacakan pernyatan sikap mereka, yakni mendesak percepatan eksekusi Tibo dkk, serta meminta aparat penegak hukum menangkap dan memproses 16 nama yang disebutkan Tibo dkk sebagai dalang kerusuhan Poso. Mereka juga mendesak pihak berwajib melanjutkan penggalian kuburan massal di sejumlah tempat dalam wilayah kabupaten Poso, termasuk di desa Sintuwu Lembah, kecamatan Lage (sekitar sembilan kilometer arah selatan Poso), sebagai bukti kebiadaban para pembantai. Usai menyampaikan aspirasinya, KH Adnan Arsal menyatakan pihaknya beserta tokoh muslim lain di Poso kembali mendatangkan massa dalam jumlah yang lebih besar, apabila tuntutan mereka tak dipenuhi dalam tenggat waktu paling lambat sebulan kemudian. Menanggapi tuntutan pengunjuk rasa, Wabup Rimi yang membacakan surat Bupati Poso Drs Piet Ingkiriwang menyatakan pihaknya sangat menghormati penegakan hukum dan putusan hukum yang berlaku di Indonesia. Pemkab Poso bahkan meminta pemerintah pusat bertindak tegas soal Tibo dkk sebab jika penyelesaian masalah ini dibiarkan berlarut-larut akan berdampak pada kestabilan keamanan di bekas daerah konflik tersebut. Bupati Ingkiriwang sendiri ketika itu berhalangan hadir dan dikabarkan sedang melakukan tugas di luar kota Poso. Dalam pernyataan tertulis itu, Bupati Piet Ingkiriwang juga mengatakan pihaknya sama sekali tidak dapat mengintervensi proses eksekusi mati terhadap Tibo dkk karena merupakan kewenangan kejaksaan dan kepolisian. Usai mendegar penjelasan Wabup Muthalib Rimi, pengunjuk rasa bergerak ke Gedung DPRD Poso yang berada di depan kantor bupati. Akan tetapi, saat berajak meninggalkan kantor bupati, beberapa oknum pengunjuk rasa sempat melemparkan botol air mineral ke arah personil polisi yang tengah berjaga di pintu pagar gedung. Keributan dapat diredam setelah beberapa pimpinan aksi meminta anggotanya untuk tidak berbuat anarkis. Saat tiba di Gedung DPRD Poso, ketua dewan Drs Sawerigading Pelima pun lagi-lagi tidak berada di tempat. Akibatnya, perwakilan pengunjuk rasa hanya diterima oleh beberapa anggota dewan, di antaranya Albert Bisalemba, Asmir Podungge, Sahir Ali, dan Ngewa Sowolino. Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Poso, Muhammad Taufik, yang menerima massa pengunjuk rasa, menyatakan dukungan percepatan eksekusi mati terhadap Tibo dkk sebab penyelesaian kasus ketiga terpidana mati itu sudah berkekuatan hukum tetap (in kracht). Dari Kantor Kejari Poso, massa pengunjuk rasa kembali ke Mesjid Raya Poso untuk kemudian membubarkan diri.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006