Jayapura (ANTARA News) - Sekira seribu aparat keamanan dari kepolisian dan TNI ANgkatan Darat (AD) dikerahkan untuk mengamankan kawasan Kwamki Lama, Kabupaten Mimika, Papua, yang sejak Sabtu (2/9) kembali memanas akibat terjadi perang antar-suku.Wakil Kepala Kepolisian Daerah (Wakapolda) Papua, Brigjen Pol. Max D. Aer, ketika dihubungi ANTARA News dari Jayapura, Senin, mengemukakan bahwa dilibatkannya aparat keamanan yang relatif banyak tersebut guna membentuk pagar netis di antara massa yang bertikai.Ia menegaskan, hal itu untuk menghindari terulangnya insiden perang suku yang menyebabkan belasan orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka, termasuk dua orang anggota Polres Mimika, beberapa waktu lalu. Dikatakannya, aparat keamanan yang dikerahkan untuk menjaga di kawasan yang sering dilanda perang suku itu berasal dari Brigade Mobil (Brimob) Jayapura, Sorong dan satuan yang tergabung dalam satuan tugas (satgas) Amole, dibantu personel Batalyon 754 TNI Angkatan Darat. "Mudah-mudahan dengan banyaknya aparat keamanan yang dilibatkan, maka proses perdamaian dapat segera tercapai, mengingat saat ini sudah memasuki tahap ke tujuh dari sembilan proses perdamaian yang harus di lalui," kata Max.Menanggapi peristiwa kekerasan yang terjadi pada Minggu (3/9) dinihari di Mil ke 69, Tembagapura, ia menegaskan pula, tidak ada sangkut pautnya dengan perang suku."Hingga saat ini belum tampak adanya hubungan antara kasus Kwamki Lama dengan kasus penembakan di kawasan penambangan PT Freeport," demikian Brigjen Pol Max D. Aer.Sejumlah saksi mata di Kwamki Lama yang dihubungi ANTARA News mengatakan bahwa pasca-digelarnya pagar betis personel polisi dan TNI-AD terlihat situasi mulai kondusif.Bahkan, anggota masyarakat yang beberapa waktu lalu terlihat membawa alat-alat perang tradisional, seperti panah dan busur, kini tidak ada lagi."Mungkin, mereka takut setelah melihat banyak pasukan yang diturunkan di kawasan Kwamki Lama, terutama di lokasi perbatasan di antara dua kelompok suku yang bertikai," kata salah seorang penduduk setempat. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006