Jadi, ekspose itu bisa berulang-ulang sampai buktinya cukup, baru bisa dihitung kerugian keuangan negara.

Lombok Barat (ANTARA) - Direktur Investigasi I Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI Evenri Sihombing menegaskan tidak ada intervensi terhadap proses permintaan audit kerugian keuangan negara pada perkara dugaan korupsi pengadaan masker penanggulangan COVID-19 di Nusa Tenggara Barat (NTB).

"Tidak ada intervensi, tidak ada itu. Saya sudah 25 tahun bertugas di BPKP, tidak ada yang intervensi ... maju saja. Kalau faktanya A, ya A. Kalau buktinya cukup, jalan sudah," kata Evenri saat ditemui di Lombok Barat, Senin.

Terhadap adanya permintaan audit perkara ini dari penyidik kepolisian ke BPKP Perwakilan NTB, Evenri mengatakan bahwa pihak pusat tetap melakukan pengawasan sesuai dengan garis koordinasi.

"Jadi, kasus ini sudah sampai BPKP, cuma lagi didalami, kami sedang koordinasikan karena perwakilan (BPKP NTB) yang menangani," ujarnya.

Perihal adanya potensi kerugian keuangan negara senilai Rp1,94 miliar hasil ekspose BPKP NTB dengan penyidik Polresta Mataram, Evenri menyampaikan bahwa hal tersebut belum bisa menjadi rujukan pihaknya menerbitkan surat tugas penghitungan kerugian keuangan negara (PKKN).

Begitu juga dengan seluruh alat bukti kebutuhan audit yang telah diserahkan penyidik kepolisian ke BPKP NTB, Evenri mengingatkan bahwa prosedur audit dari pihaknya berbeda dengan aturan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"Bukan menghambat ya. Kalau terkait dengan kerugian itu, domainnya auditor, dan kerugian itu 'kan katanya ... katanya ..., tetapi buktinya harus valid dan dapat dipertanggungjawabkan karena teman-teman auditor akan bersidang, akan diuji di persidangan, jadi bukti versi penyidik itu harus diperkuat lagi," ucap dia.

Evenri menegaskan bahwa secara prosedur BPKP dapat meminta bukti tambahan apabila merasa bukti dari penyidik kepolisian belum lengkap untuk menjadi bahan audit.

"Jadi, ekspose itu bisa berulang-ulang sampai buktinya cukup, baru bisa dihitung kerugian keuangan negara. Tidak bisa langsung, begitu diminta, langsung turun audit, butuh pendalaman bukti, biar hasilnya valid," katanya.

Baca juga: Bos Uni Eropa diselidiki dalam kasus dugaan korupsi vaksin COVID-19
Baca juga: Korupsi saat Pandemi COVID-19 jadi hal memberatkan vonis tukin ESDM

Kepala Satreskrim Polresta Mataram Kompol I Made Yogi Purusa Utama sebelumnya menyampaikan bahwa pihak penyidik dengan BPKP NTB telah melakukan ekspose perkara tersebut dengan kesimpulan bukti dari hasil penyidikan sudah cukup andal dan relevan.

BPKP, kata dia, menyatakan siap menindaklanjuti permintaan audit penghitungan kerugian keuangan negara (PKKN).

"Tindak lanjutnya, BPKP akan melakukan telaah untuk melihat hubungan sebab akibat antara penyimpangan dan munculnya indikasi kerugian negara," kata Yogi.

Kesimpulan hasil ekspose perkara dengan BPKP NTB tersebut, lanjut dia, berlangsung pada tanggal 19 Februari 2024.

Yogi memastikan usai ekspose dengan BPKP, penyidik sudah menyerahkan seluruh kebutuhan audit PKKN.

"Jadi, dalam kasus ini kami sudah selesai, tinggal tunggu hasil dari BPKP karena lebih dari 100 saksi sudah diperiksa, termasuk ahli dari LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah). Dokumen yang berkaitan dengan kasus ini, juga sudah semua dikumpulkan," ucapnya.

Pengadaan masker COVID-19 periode 2020 menelan anggaran pemerintah senilai Rp12,3 miliar. Pemerintah menyiapkan dana tersebut dari hasil kebijakan refocusing anggaran pada masa pandemi.

Polresta Mataram melaksanakan penyelidikan sejak Januari 2023, kemudian peningkatan status penanganan ke tahap penyidikan di pertengahan September 2023.

Dalam hal ini, penyidik telah menemukan indikasi perbuatan melawan hukum yang mengarah pada tindak pidana korupsi.

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024