Jakarta (ANTARA News) - Adnan Buyung Nasution selaku kuasa hukum mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, melarang kliennya memberikan keterangan kepada penyidik KPK dalam perkara dugaan penerimaan hadiah terkait pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah (P3SON) di Hambalang.
"Saya larang Anas, jangan jawab satu katapun, saya menantang, langsung ke sidang saja, kalau begini caranya, kalau KPK tetap mau melanggar hukum, tidak menghormati hak asasi orang, kami tidak usah layani," kata Adnan di gedung KPK Jakarta, Jumat.
Pada pemanggilan Jumat lalu (10/1), Anas juga tidak diperiksa penyidik karena tidak didampingi tim pengacaranya yang menyatakan tidak setuju pencantuman "proyek-proyek lain" dalam surat perintah penyidikan Anas.
"Saya konsisten pada sikap dan pendirian hukum bahwa orang yang dipanggil, diperiksa, didengar keterangannya, harus jelas untuk tuduhan apa? Tidak hanya ditulis untuk proyek Hambalang dan proyek lain-lainnya. Saya menolak itu. Kami minta diubah, proyek apa? Tuduhan apa? Kalau tidak bisa diubah lagi, tambah saja, proyek Hambalang dan proyek apa," ungkap Adnan.
Adnan mengaku bahwa meski Anas sudah berada di ruang pemeriksaan, kliennya tersebut tidak membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Anas hanya bercanda dan mengobrol dengan penyidiknya.
Menurut Adnan, Anas pun bersedia mengikuti instruksi Adnan tersebut.
"Anas konsisten, konsekuen, kita terus ke pengadilan saja nanti, zaman kolonial Belanda dan Jepang, seorang tersangka wajib menjawab apa saja. Tapi, kami sebaliknya, saya yang masuk membuat KUHAP-nya, kami berhak tidak menjawab karena kami menjaga kesetaraan supaya pemeriksaan tidak sewenang-wenang," jelas Adnan.
Meski tidak bersedia memberikan keterangan, Adnan menolak disebut Anas tidak kooperatif.
"Kooperatif bukan berarti harus tunduk, bila dilakukan sewenang-wenang, saya minta setiap warga negara sadar hak asasinya, saya begitu sejak tahun 1970 sampai sekarang, mendirikan LBH (Lembaga Bantuan Hukum) juga begitu, menyadarkan rakyat Indonesia, mempertahankan hak dan martabatnya," ungkap Adnan.
Adnan pun mengaku bahwa ia juga yang menginstruksikan Anas tidak datang dalam panggilan awal yaitu pada 7 Januari 2014.
Anas ditetapkan sebagai tersangka pada 22 Februari 2012 berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200-Rp1 miliar.
Dalam surat dakwaan mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen dalam proyek Hambalang Deddy Kusdinar, Anas disebutkan menerima Rp2,21 miliar dari proyek Hambalang untuk membantu pencalonan sebagai ketua umum dalam kongres Partai Demokrat tahun 2010 yang diberikan secara bertahap pada 19 April 2010 hingga 6 Desember 2010.
Uang itu diserahkan ke Anas digunakan untuk keperluan kongres Partai Demokrat, antara lain membayar hotel dan membeli "blackberry" beserta kartunya, sewa mobil bagi peserta kongres yang mendukung Anas, dan juga jamuan dan entertain.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014